Hiasi Diri Dengan Sifat Tawadhu
HIASI DIRI DENGAN SIFAT TAWADHU’
Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.†(Fathul Bari, 11: 341)
Tawadhu’ juga merupakan akhlak mulia dari para nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam. Lihatlah Nabi Musa ‘alaihis salam melakukan pekerjaan rendahan, memantu memberi minum pada hewan ternak dalam rangka menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah tua renta. Lihat pula Nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Nabi Zakariya dulunya seorang tukang kayu. Sifat tawadhu’ Nabi Isa ditunjukkan dalam perkataannya,
وَبَرًّا بÙÙˆÙŽØ§Ù„ÙØ¯ÙŽØªÙÙŠ وَلَمْ يَجْعَلْنÙÙŠ جَبَّارًا Ø´ÙŽÙ‚Ùيًّا
“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.†(QS. Maryam: 32).
Lihatlah sifat mulia para nabi tersebut. Karena sifat tawadhu’, mereka menjadi mulia di dunia dan di akhirat.
Nasehat Para Ulama Tentang Tawadhu’
قال Ø§Ù„ØØ³Ù† رØÙ…Ù‡ الله: هل تدرون ما التواضع؟ التواضع: أن تخرج من منزلك Ùلا تلقى مسلماً إلا رأيت له عليك ÙØ¶Ù„اً .
Imam Al Hasan Al Bashri berkata, “Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ adalah engkau keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang muslim. Kemudian engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu.â€
يقول Ø§Ù„Ø´Ø§ÙØ¹ÙŠ: « Ø£Ø±ÙØ¹ الناس قدرا : من لا يرى قدره ØŒ وأكبر الناس ÙØ¶Ù„ا : من لا يرى ÙØ¶Ù„Ù‡ »
Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.†(Al Baihaqi, 6: 304)
يقول بشر بن Ø§Ù„ØØ§Ø±Ø«: “ما Ø±Ø£ÙŠØªÙ Ø£ØØ³Ù†ÙŽ Ù…Ù† غنيّ جالس٠بين يدَي Ùقيرâ€.
Basyr bin Al Harits berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang duduk di tengah-tengah orang fakir.†Yang bisa melakukan demikian tentu yang memiliki sifat tawadhu’.
قال عبد الله بن المبارك: “رأس٠التواضع٠أن تضَع Ù†ÙØ³ÙŽÙƒ عند من هو دونك ÙÙŠ نعمة٠الله ØØªÙ‰ تعلÙÙ…ÙŽÙ‡ أن ليس لك بدنياك عليه ÙØ¶Ù„ [أخرجه البيهقي ÙÙŠ الشعب (6/298)].
‘Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya.â€
قال سÙيان بن عيينة: من كانت معصيته ÙÙŠ شهوة ÙØ§Ø±Ø¬ له التوبة ÙØ¥Ù† آدم عليه السلام عصى مشتهياً ÙØ§Ø³ØªØºÙر ÙØºÙر له، ÙØ¥Ø°Ø§ كانت معصيته من كبر ÙØ§Ø®Ø´ عليه اللعنة. ÙØ¥Ù† إبليس عصى مستكبراً Ùلعن.
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Siapa yang maksiatnya karena syahwat, maka taubat akan membebaskan dirinya. Buktinya saja Nabi Adam ‘alaihis salam bermaksiat karena nafsu syahwatnya, lalu ia bersitighfar (memohon ampun pada Allah), Allah pun akhirnya mengampuninya. Namun, jika siapa yang maksiatnya karena sifat sombong (lawan dari tawadhu’), khawatirlah karena laknat Allah akan menimpanya. Ingatlah bahwa Iblis itu bermaksiat karena sombong (takabbur), lantas Allah pun melaknatnya.â€
قال أبو بكر الصديق: وجدنا الكرم ÙÙŠ التقوى ØŒ والغنى ÙÙŠ اليقين ØŒ والشر٠ÙÙŠ التواضع.
Abu Bakr Ash Shiddiq berkata, “Kami dapati kemuliaan itu datang dari sifat takwa, qona’ah (merasa cukup) muncul karena yakin (pada apa yang ada di sisi Allah), kedudukan mulia didapati dari sifat tawadhu’.â€
قال عروة بن الورد :التواضع Ø£ØØ¯ مصائد Ø§Ù„Ø´Ø±ÙØŒ وكل نعمة Ù…ØØ³ÙˆØ¯ عليها إلا التواضع.
‘Urwah bin Al Warid berkata, “Tawadhu’ adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang merasa iri kecuali pada sifat tawadhu’.â€
قال ÙŠØÙŠÙ‰ بن معين :ما رأيت مثل Ø£ØÙ…د بن ØÙ†Ø¨Ù„!! ØµØØ¨Ù†Ø§Ù‡ خمسين سنة ما Ø§ÙØªØ®Ø± علينا بشيء مما كان عليه من Ø§Ù„ØµÙ„Ø§Ø ÙˆØ§Ù„Ø®ÙŠØ±
Yahya bin Ma’in berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang semisal Imam Ahmad! Aku telah bersahabat dengan beliau selama 50 tahun, namun beliau sama sekali tidak pernah menyombongkan diri terhadap kebaikan yang ia miliki.â€
قال زياد النمري :الزاهد بغير تواضع .. كالشجرة التي لا تثمر
Ziyad An Numari berkata, “Orang yang zuhud namun tidak memiliki sifat tawadhu adalah seperti pohon yang tidak berbuah.â€
Ya Allah, muliakanlah kami dengan sifat tawadhu’ dan jauhkanlah kami dari sifat sombong.
اللّهÙÙ…ÙŽÙ‘ اهْدÙÙ†ÙÙ‰ لأَØÙ’سَن٠الأَخْلاَق٠لاَ يَهْدÙÙ‰ لأَØÙ’سَنÙهَا Ø¥Ùلاَّ أَنْتَ
“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)†(HR. Muslim no. 771).
Wallahu waliyyut taufiq.
Sumber FB Ustadz : Alhabib Quraisy Baharun
27 Juni 2021 pada 10.30 ·