Benarkah Deposito dan Tabungan Tidak Wajib Zakat?
BENARKAH DEPOSITO DAN TABUNGAN TIDAK WAJIB ZAKAT KARENA DIANGGAP HARTA TIDAK DIKELOLAH?
Oleh Ustadz : Abdul Wahid Al-Faizin
Ada yang bertanya kepada saya terkait status penjelasan sebagai berikut:
"Catatan: Harta yg wajib dizakati adalah harta yg di kelola (taqlibul mal). Artinya uang yg tidak diputar, walaupun ratusan juta tidak ada zakatnya, seperti uang deposito di Bank"
Sebelum membahas ini, dalam fiqh ada dua istilah yang perlu difahami, yaitu:
Pertama, barang atau yang dikenal dengan 'urudh (العروض). Dalam kitab Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah disebutkan
الْعÙÂرÙÂوض٠ÙÂÙÂياللّÙÂغَة٠جَمْع٠عَرْضÙÂØŒ ÙˆÙŽÙ…ÙÂنْ مَعَانÙÂيالْعَرْض٠بÙÂالسّÙÂÙƒÙÂون٠ÙÂÙÂياللّÙÂغَة٠الْمَتَاعÙÂØŒ قَالÙÂوا: الدَّرَاهÙÂم٠وَالدَّنَانÙÂير٠عَيْنٌ وَمَا سÙÂوَاهÙÂمَا عَرْضٌ، وَقَال أَبÙÂÙˆ عÙÂبَيْدÙÂ: الْعÙÂرÙÂوض٠هÙÂÙŠÙŽ: الأَْمْتÙÂعَة٠الَّتÙÂيلاَ يَدْخÙÂÙ„ÙÂهَا كَيْلٌ، وَلاَ وَزْنٌ، وَلاَ ÙŠÙŽÙƒÙÂون٠ØÂَيَوَانًا وَلاَ عَقَارًا - إلى انقال- ÙˆÙŽÙÂÙÂيالاÙÂصْطÙÂلاَØÂÙÂ: عَرَّÙÂَه٠الْÙÂÙÂقَهَاء٠بÙÂتَعْرÙÂÙŠÙÂَات٠لاَ تَخْرÙÂج٠عَن٠الْمَعْنَى اللّÙÂغَوÙÂيّ٠لَهÙÂØŒ ÙˆÙŽÙ…ÙÂنْهَا: الْعَرْض٠بÙÂØ¥ÙÂسْكَان٠الرَّاء٠- Ù‡ÙÂÙˆÙŽ: مَا عَدَا الأَْثْمَانَ Ù…ÙÂÙ†ÙŽ الْمَال عَلَى اخْتÙÂلاَÙÂ٠أَنْوَاعÙÂه٠مÙÂÙ†ÙŽ النَّبَات٠وَالْØÂَيَوَان٠وَالْعَقَار٠وَسَائÙÂر٠الْمَال
Harta yang berupa 'urudh ini tidak wajib zakat kecuali jika dikelolah atau diperdagangkan. Hal ini sebagaimana dipertegas oleh Ibnu 'Umar dalam riwayat Al-Baihaqi berikut
لَيسَ ÙÂيالعÙÂروض٠زَكاةٌ إلَّا ما كانلÙÂلتّÙÂجارَةÙÂ
“Tidak ada zakat pada barang-barang kecuali apa yang diperjualbelikan.†(HR. Baihaqi dalam al-Sunan no. 7680)
Kedua, uang atau yang dikenal dengan nuqud atau atsman (النقود). Di masa dulu istilah ini digunakan untuk emas dan perak (الذهب والÙÂضة) yang merupakan mata uang utama di zaman itu. Dua bahan tambang ini merupakan objek zakat ketika mencapai Nishab dan Haul meskipun ditimbun. Dalam Al-Qur'an ditegaskan
وَٱلَّذÙÂینَ یَكۡنÙÂزÙÂونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡÙÂÙÂضَّةَ وَلَا ÛŒÙÂÙ†ÙÂÙÂÙ‚ÙÂونَهَا ÙÂÙÂÛŒ سَبÙÂیل٠ٱللَّه٠ÙÂَبَشّÙÂرۡهÙÂÙ… بÙÂعَذَاب٠أَلÙÂÛŒÙ…à £²
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menginfakkannya (tidak menunaikan zakatya) di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih [Surat At-Taubah: 34]
Lalu pertanyaannya apakah uang kertas saat itu masuk kategori 'urudh atau nuqud?
Untuk menjawab hal tersebut ada hal menarik yang disebutkan dalam kitab المدخل الى ÙÂقه المعاملات. Menurut kitab tersebut salah satu karakteristik Fiqh Mu'amalah adalah mayoritas hukum mu'amalah bersandarkan pada 'uruf dan adat. Di antara yang bersandar pada 'uruf dan adat tersebut adalah masalah uang.
Menurut kitab tersebut uang adalah segala sesuatu yang oleh 'urf dan adat masyarakat dianggap sebagai alat tukar. Kenapa dinar (emas) dan dirham (perak) dahulu dianggap sebagai uang? Jawabannya adalah karena secara uruf dan adat masyarakat pada waktu itu sepakat bahwa Dinar dan dirham adalah alat tukar dan uang.
Seiring bergesernya waktu instrumen yang pada uruf dan adat masyarakat saat ini menjadi alat tukar adalah uang kertas. Karena itulah hukum yang berlaku pada dinar dan dirham sekarang juga berlaku pada uang kertas. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab شرؠالياقوت النÙÂيس berikut
"والأوراق المالية -أو العملة الورقية التييتعامل بها الناس اليوم- التØÂقيق أنلها ØÂكم النقدين".
"Uang kertas yang digunakan oleh manusia saat ini secara pasti memiliki hukum yang ada pada dinar dan dirham"
Bahkan Az-Zuhaili dalam kitab Al-Faqhul Islami menyebutkan
والØÂÙ‚ وجوب الزكاة ÙÂيها؛ لأنها أصبØÂت هيأثمانالأشياء، وامتنع التعامل بالذهب، - ÙÂلا يصؠالقول بوجود اختلا٠ÙÂيزكاة هذه النقود. والقول بعدم الزكاة ÙÂيها لاشك بأنه اجتهاد خطأ؛ لأنه يؤديÙÂيالنتيجة البينة ألاّ زكاة على أخطر وأهم نوع منأموال الزكاة
Pendapat yang benar adalah wajibnya zakat dalam uang kertas karena telah menjadi mata uang dari komoditas dan kita sudah tidak menggunakan emas sebagai uang. Tidak sah pendapat yang mengatakan ada khilaf (perbedaan ulama’) akan kewajiban zakat pada jenis uang ini. Pendapat yang mengatakan tidak wajib zakat atas uang kertas adalah ijtihad yang keliru karena mengakibatkan tidak adanya zakat atas harta yang paling penting yang ada saat ini sebagai objek zakat.
Senada dengan Az-Zuhaili, dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah jugs disebutkan
Ø¥ÙÂنَّ Ù…ÙÂمَّا لاَ شَكَّ ÙÂÙÂيه٠أَنَّ الزَّكَاةَ ÙÂÙÂيالأَْوْرَاق٠النَّقْدÙÂيَّة٠وَاجÙÂبَةٌ، نَظَرًا لأÙÂَنَّهَا عَامَّة٠أَمْوَال النَّاس٠وَرÙÂØ¡ÙÂوس٠أَمْوَال التّÙÂجَارَات٠وَالشَّرÙÂكَات٠وَغَالÙÂب٠الْمÙÂدَّخَرَاتÙÂØŒ ÙÂَلَوْ Ù‚ÙÂيل بÙÂعَدَم٠الزَّكَاة٠ÙÂÙÂيهَا لأََدَّى Ø¥ÙÂÙ„ÙŽÙ‰ ضَيَاع٠الْÙÂÙÂقَرَاء٠وَالْمَسَاكÙÂينÙÂØŒ وَقَدْ قَال اللَّه٠تَعَالَى: {ÙˆÙŽÙÂÙÂيأَمْوَالÙÂÙ‡ÙÂمْ ØÂَقٌّ Ù„ÙÂلسَّائÙÂÙ„ وَالْمَØÂْرÙÂومÙÂ} (3) وَلاَ سÙÂيَّمَا أَنَّهَا أَصْبَØÂَتْ عÙÂمْلَةً نَقْدÙÂيَّةً Ù…ÙÂتَوَاضَعًا عَلَيْهَا ÙÂÙÂيجَمÙÂيع٠أَنْØÂَاء٠الْعَالَمÙÂØŒ وَيَنْبَغÙÂيتَقْدÙÂير٠النّÙÂصَاب٠ÙÂÙÂيهَا بÙÂالذَّهَب٠أَو٠الْÙÂÙÂضَّة٠(1) .
[مجموعة منالمؤلÙÂين، الموسوعة الÙÂقهية الكويتية، ٢٦٧/٢٣]
"Kewajiban zakat atas uang kertas tidak diragukan lagi. Hal ini dikarenakan uang kertas telah menjadi harta utama mayoritas manusia dan menjadi modal utama dalam perdagangan dan perusahaan serta menjadi mata uang yang berlaku di seluruh negara. Pendapat tidak wajibnya zakat atas uang kertas akan menyebabkan hilangnya hak utama fakir dan miskin. Hal ini sangat bertentangan dengan firman Allah"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.â€Â(QS. Adz-Dzariyat: 19)24
Saya tidak memungkiri selalu ada celah untuk menghindari kewajiban zakat. Apalagi hilah untuk zakat sangat mudah dibandingkan pajak. Namun jika celah tidak wajibnya zakat dalam uang kita sebarkan akan berdampak besar hilangnya hak fakir miskin. Uang senilai 271T tinggal kita depositokan dan kita nikmati hasilnya tanpa harus bayar zakat. Tapi para petani harus kita tuntut untuk selalu bayar zakat 5-10% dari hasil pertaniannya setiap kali panen.
NB : Cara perhitungan zakat tabungan, deposito dan uang kertas bisa dibaca di halaman 174-176 di buku Pengantar Lengkap Zakat Kontemporer
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahid Alfaizin