Ibnu Hajar Ulama Asy'ari
ð—•ð—â€Ã°Â—šð—œð—â€Ã°Â—¡ ð—œð—© : ð—œð—•ð—¡ð—¨ ð—›ð—â€Ã°Â—Âð—â€Ã°Â—¥ ð—¨ð—Ÿð—â€Ã°Â— ð—†ð—â€Ã°Â—¦ð—¬â€™ð—â€Ã°Â—¥ð—œ
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Al imam Ibnu Hajar al ‘Asqalani (773-852 H) adalah ulama besar dalam ilmu bidang ilmu hadits, dan fiqih Mazhab Syafi’i. Karya monumentalnya, Fath al-Bari, menjadi rujukan utama syarah Sahih al-Bukhari. Ia dijuluki Amirul Mukminin fil Hadits karena keahliannya dalam kritik sanad dan matan hadits.
Berikut ini adalah di antara hal yang membuktikan bahwa beliau beraqidah ahlussunnah wal Jama’ah dengan madzhab Asy’ariyah.
ð—•ð˜‚ð—¸ðÂËœÂð—¶ ð—½ð—²ð—¿ðÂËœÂð—®ð—ºð—® : ð—§ð—®ð—³ð˜„ð—¶ð—±ð—µ ð—±ð—®ð—» ðÂËœÂð—®ð—¸ð˜„ð—¶ð—¹ð—»ð˜†ð—®
Tafwidh dan juga takwil adalah dua metode yang digunakan oleh kalangan ulama Asy’ariyah dan menjelaskan sebagian sifat-sifat Allah. Dan imam Ibnu Hajar al Asqlani jika kita menelaah karya-karyanya, akan kita dapati beliau melakukan takwil, berikut diantaranya :
1. Mensucikan Allah dari tangan yang merupakan anggota tubuh.
أطولهم يداً أيأسمØÂهن، ووقع ذكر اليد ÙÂيالقرآنوالØÂديث مضاÙÂاً إلى الله تعالى، واتÙÂÙ‚ أهل السنة والجماعة على أنه ليس المراد باليد الجارØÂØ© التيهيمنصÙÂات المØÂدثات. وأثبتوا ما جاء منذلك وآمنوا به؛ ÙÂمنهم منوق٠ولم يتأول، ومنهم منØÂمل كل Ù„ÙÂظ منها على المعنى الذيظهر له، وهكذا عملوا ÙÂيجميع ما جاء منأمثال ذلك
"Ucapannya (orang yang paling panjang tangannya), maksudnya adalah orang yang paling dermawan. Dan kata 'tangan' disebutkan dalam al Qur'an dan hadits yang disandarkan kepada Allah Ta'ala, dan Ahlussunnah wal Jama'ah telah sepakat bahwa maksud 'tangan' bukanlah anggota tubuh yang merupakan sifat makhluk.
Mereka menetapkan apa yang disebutkan dalam hal itu dan beriman kepadanya; sebagian dari mereka berhenti tanpa menakwil, dan sebagian lainnya memaknai setiap lafadz dengan makna yang tampak baginya. Begitulah cara mereka memperlakukan semua sifat semacam itu."[1]
2. Penakwilan sifat malu (al-hayaa’)
Beliau saat menjelaskan sifat malu bagi Allah berkata :
“Ucapannya: maka Allah malu darinya, maksudnya adalah Allah merahmatinya dan tidak menghukumnya.â€Â[2]
3. Menakwil sifat tangan sebagai kekuasaan
Beliau tentang sifat Yad dengan mengatakan : “Maksud dari tangan di sini adalah kekuasaan.â€Â[3]
4. Menakwilkan sifat tertawa
Beliau rahimahullah berkata : “Ucapan “Allah tertawa kepada dua orangâ€Â, al Khathabi berkata: Tertawa yang terjadi pada manusia karena perasaan gembira atau senang tidaklah pantas disandarkan kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya, ini adalah perumpamaan untuk perbuatan yang memunculkan kekaguman di mata manusia sehingga membuat mereka tertawa.
Maknanya adalah pemberitahuan tentang keridhaan Allah terhadap perbuatan salah satu dari keduanya dan penerimaan-Nya terhadap yang lainnya serta ganjaran mereka dengan surga meskipun kondisi mereka berbeda. Ia berkata: Imam al Bukhari menakwil sifat tertawa di tempat lain dengan makna rahmat, dan ini dekat. Namun, menakwilnya sebagai keridhaan lebih dekat, karena tertawa menunjukkan keridhaan dan penerimaan.â€Â[4]
5. Takwilnya terhadap sifat tinggi dan dekat
Beliau berkata :
قوله: (ÙÂهو عنده ÙÂوق العرش)Ø› قيل : معناه دونالعرش. ويØÂتمل أنيكونالمراد بقوله: "ÙÂهو عنده" أيذكره أو علمه، ÙÂلا تكونالعندية مكانية بل هيإشارة إلى كمال كونه مخÙÂياً عنالخلق مرÙÂوعاً عنØÂيز إدراكهم…".
“Ucapannya: (maka dia di sisi-Nya di atas Arsy), dikatakan bahwa maksudnya adalah di bawah Arsy. Bisa juga maksudnya adalah: (di sisi-Nya), yaitu di dalam ingatan-Nya atau ilmu-Nya. Maka, kedekatan di sini bukanlah kedekatan tempat, melainkan menunjuk kepada kesempurnaan tersembunyinya dari makhluk, terangkat dari batasan indera mereka.â€Â[5]
ð—•ð˜‚ð—¸ðÂËœÂð—¶ ð—¸ð—²ð—±ð˜‚ð—® : ð—žð—²ð˜€ð—®ð—¸ð˜€ð—¶ð—®ð—» ð˜‚ð—¹ð—®ð—ºð—® ð—®ðÂËœÂð—®ð˜€ð—»ð˜†ð—®
Al imam adz Dzahabi rahimahullah berkata tentang beliau :
إنمذهبه ÙÂيالصÙÂات السمعية السكوت وإمرارها كما جاءت ،وربما تأول قليلاً ÙÂيشرؠمسلم
“Madzhab beliau dalam masalah Shifat Sam’iyyah adalah Sukut (diam akan maknanya) dan membiarkannya sebagaimana datangnya dan kadang beliau menta’wil seperti dalam kitabnya Syarh Muslim.â€Â[6]
Al Imam As Sakhawi rahimahullah ketika mengomentari perkataan imam adz Dzahabi di atas berkata :
كذا قال، والتأويل كثير ÙÂيكلامه
“Dia (Adz Dzahabi) berkata begitu, padahal pentakwilan yang dilakukan oleh beliau ada banyak.â€Â[7]
ð—•ð˜‚ð—¸ðÂËœÂð—¶ ð—¸ð—²ðÂËœÂð—¶ð—´ð—® : ð—¯ð—²ð—¹ð—¶ð—®ð˜‚ ð—ºð—²ð—»ð˜‚ð—¸ð—¶ð—¹ ð˜‚ð—¹ð—®ð—ºð—®-ð˜‚ð—¹ð—®ð—ºð—® ð—â€Ã°Â˜€ð˜†â€™ð—®ð—¿ð—¶ð˜†ð—®ð—µ ð—±ð—®ð—¹ð—®ð—º ð—¸ð—¶ðÂËœÂð—®ð—¯ð—»ð˜†ð—®
Jika al imam Ibnu Hajar termasuk yang berpendapat bahwa Asy’ariyah adalah bukan Ahlussunnah, sudah pasti beliau tidak akan mungkin menukil dari para ulama-ulama yang aqidahnya bermadzhab Asy’ari seperti imam al Ghazali, imam Baqilani, Asy Syairazi dan lainnya.
Namun fakta justru menunjukkan bahwa dalam berbagai karyanya beliau menjadikan imam-imam dari kalangan Asy’ariyah sebagai rujukan untuk menjelaskan berbagai hal baik kaitannya dengan hadits, fiqih, Sejarah atau nasehat.
Seperti ucapan beliau :
ÙÂقال ‌الأشعري: كلام الله القائم بذاته يسمع عند تلاوة كل تال وقراءة كل قارئ، وقال ‌الباقلاني…
“Kalangan Asy’ariyah berkata: "Kalam Allah yang berdiri pada Zat-Nya dapat didengar saat setiap orang yang membaca melafalkannya dan setiap qari (pembaca) membacanya." Sedangkan Al-Baqillani berkata…â€Â[8]
ð—•ð˜‚ð—¸ðÂËœÂð—¶ ð—¸ð—²ð—²ð—ºð—½ð—®ð˜ : ð—•ð—®ð—»ð˜†ð—®ð—¸ ð—ºð—²ð—»ð—·ð—²ð—¹ð—®ð˜€ð—¸ð—®ð—» ð˜€ð—²ð˜€ð˜‚ð—®ðÂËœÂ𘂠ð—±ð—²ð—»ð—´ð—®ð—» ð—½ð—²ð—»ð—±ð—®ð—½ð—®ð˜ ð—â€Ã°Â˜€ð˜†â€™ð—®ð—¿ð—¶ð˜†ð—®ð—µ
Seperti contoh ucapan beliau :
وقد اشتهر الخلا٠ÙÂيذلك بين‌الأشعرية والØÂÙ†ÙÂية، وتمسك الأشاعرة بمثل هذا الØÂديث
“Dan kalangan Asy’ariyah berpegang teguh dengan hadits semacam ini…â€Â[9]
Memang benar bahwa nukilan dalam kitab ulama itu tidak semua dijadikan rujukan atau pegangan oleh penulisnya, ada yang sekedar mengungkap data atau untuk mengoreksi kesalahannya.
Tetapi jika kita membaca karya imam Ibnu Hajar saat menukil pendapat Asy’ariyah kita akan paham bahwa beliau mengemukakannya bukan sekedar untuk menjadikannya sebagai data pembanding atau untuk mengoreksi kesalahannya, tapi beliau menghadirkannya sebagai penjelas atas sebuah bahasan. Seperti ucapan beliau lainnya :
وكلام الله قديم وقد ثبت أنه ÙÂيه الخالق الرزاق ÙÂانÙÂصل بعض ‌الأشعرية بأنإطلاق ذلك إنما هو بطريق المجاز وليس المراد بعدم التسمية
“Dan kalam Allah adalah qadim, dan telah ditegaskan bahwa di dalamnya terdapat nama Al-Khaliq (Sang Pencipta) dan Ar-Razzaq (Sang Pemberi Rezeki). Maka, sebagian golongan Asy’ariyah menjelaskan bahwa penyebutan itu hanyalah dengan cara majaz (kiasan) dan bukan dimaksudkan untuk menafikan penamaan tersebut.â€Â[10]
Dan perkataan beliau :
والذياستقر عليه قول ‌الأشعرية أنالقرآنكلام الله غير مخلوق
“Dan pendapat yang telah menjadi ketetapan menurut Asy’ariyah adalah bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang tidak diciptakan…â€Â[11]
ð—•ð˜‚ð—¸ðÂËœÂð—¶ ð—¸ð—²ð—¹ð—¶ð—ºð—®: ð—½ð—²ð—»ð—´ð—®ð—¸ð˜‚ð—®ð—» ð—½ð—¶ð—µð—®ð—¸ “ð—¹ð—®ð˜„ð—®ð—»â€Â.
Syaikh bin Baz ditanya apakah benar imam Nawawi dan Ibnu Hajar al Asqalani bukan termasuk ulama ahlussunnah wal Jama’ah ? Beliau menjawab :
لهم أشياء غلطوا ÙÂيها ÙÂيالصّÙÂÙÂات: ابنØÂجر، والنووي، وجماعة آخرين، ليسوا ÙÂيها منأهل السنة، وهم منأهل السنة ÙÂيما سلموا ÙÂيه ولم ÙŠÙÂØÂرّÙÂÙÂوه، هم وأمثالهم ممنغلط.
"Mereka memiliki beberapa hal yang salah dalam masalah sifat-sifat (Allah): seperti Ibnu Hajar, An Nawawi, dan kelompok lainnya. Mereka dalam perkara tersebut bukan termasuk Ahlussunnah. Namun, mereka termasuk Ahlussunnah dalam perkara yang selamat dari penyimpangan dan tidak mereka ubah. Mereka dan yang semisal dengan mereka adalah di antara orang-orang yang melakukan kesalahan."[12]
Selanjutnya adalah Syaikh Utsaimin ketika menilai pendapat-pendapat Ibnu Hajar yang merujuk kepada Asy’ariyah itu dipandang oleh beliau sebagai kesalahan. Beliau berkata :
إنالشيخينالØÂاÙÂظين"النوويابنØÂجر" ‌لهما ‌قدم ‌صدق ‌ونÙÂع ‌كبير ‌ÙÂي‌الأمة ‌الإسلامية ولئنوقع منهما خطأ ÙÂيتأويل بعض نصوص الصÙÂات إنه لمغمور بما لهما منالÙÂضائل والمناÙÂع الجمة
“Kedua syekh yang hafizh, yaitu An-Nawawi dan Ibnu Hajar, memiliki jasa yang besar dan manfaat yang sangat besar bagi umat Islam. Jika terjadi kesalahan dari mereka dalam menakwil sebagian teks yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, maka itu tenggelam dalam lautan keutamaan dan manfaat mereka yang begitu banyak.â€Â[13]
Begitu juga Syaikh al Albani rahimahullah berkata :
مثل النوويوابنØÂجر العسقلانيوأمثالهم ÙÂÙ‡ÙÂÙ… ‌من‌الظلم ‌أن‌يقال ‌عنهم ‌إنهم منأهل البدعة، أنا أعر٠أنهما منالأشاعرة
“Merupakan suatu kezaliman jika dikatakan tentang an Nawawi, Ibnu Hajar al Asqalani dan orang yang semisal mereka dengan julukan ahli bid’ah. Meskipun saya mengetahui bahwa keduanya termasuk golongan Asy’ariyah."[14]
Bersambung bagian ke V : Sultanul Ulama Izz Abdussalam
baca juga :
- Ulama Asy'ariyah dan Maturidiyah
- Asy'ariyah Maturidiyah Dari Kalangan Ulama Madzhab Fiqih
- Mana Bukti Mereka Asy'ariyah?
- Mereka Adalah Asy'ariyah
- Bukti Imam Nawawi Seorang Asy'ari
- Ibnu Hajar Ulama Asy'ari
- Bukti Izz Abdussalam Seorang Asy'ari
- Imam Dalam Dakwah dan Pemilik Nasehat Indah
- Bukti Imam Ibnu Jauzi Bermadzhab Asy'ari
___________
[1] Al Hady hal. 219
[2] Fath al-Bari (1/189)
[3] Fath al-Bari (1/419)
[4] Fath al-Bari (6/48)
[5] Fath al-Bari (6/337)
[6] Tarikh Al-Islam (15/324)
[7] Al Manhal al Adzbu Ar Rawiy hal 28
[8] Fath al Bari (13/479)
[9] Fath al Bari (11/488)
[10] Fath al Bari (13/439)
[11] Fath al Bari (13/493)
[12] Majmu’ Fatawa li Ibn Baz (28/47)
[13] Al Ilmu li Utsaimin hlm 149
[14]Jami’ Turats al Albani (6/163)
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq