Disyari'atkan Bertabarruk Dengan Orang-Orang Shalih
Disyari'atkan (Masyru') Bertabarruk Dengan Orang-Orang Shalih Dan Peninggalan Mereka Menurut Para Imam Ahli Hadits.
Seluruh ulama Salaf sepakat - kecuali sedikit yang syadz - tentang Disyari'atkan praktik bertabarruk dengan orang-orang saleh dan peninggalan mereka baik saat hidup maupun setelah wafat, sebagaimana mereka juga memperbolehkan bertabarruk dengan baginda Nabi Muhammad baik saat hidup maupun setelah wafatnya.
Kami menegaskan bahwa tidak ada alasan yang kuat bagi mereka yang melarang bertabarruk, kecuali sangkaan mereka bahwa bertabarruk adalah jalan menuju kesyirikan dan dapat menyebabkan pengkultusan terhadap orang yang ditabarruki. Keduanya adalah kesalahpahaman besar yang masih beredar di tengah-tengah masyarakat.
Tidaklah bertabarruk berarti mengkuduskan benda mati karena dzat benda itu sendiri. Tidaklah bertabarruk dengan orang-orang saleh berarti menyembah mereka.
Kemudian, jika Anda mengucapkan hal tersebut, Anda akan terkejut mendengar salah satu dari mereka akan mengatakan: Perkataan Anda ini sama dengan perkataan orang-orang musyrik:
ما نَعْبÙÂدÙÂÙ‡ÙÂمْ Ø¥ÙÂلَّا Ù„ÙÂÙŠÙÂقَرّÙÂبÙÂونَا Ø¥ÙÂÙ„ÙŽÙ‰ اللَّه٠زÙÂلْÙÂÙŽÙ‰ [الزمر : Ù£]
Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mendekatkan kami kepada Allah dengan kedekatan yang lebih dekat.(QS. Al-Zumar: 3)
Maka katakan kepada mereka: Kamu saat ini mengikuti jejak Khawarij, yang sengaja mengambil ayat-ayat yang diturunkan tentang orang-orang musyrik, lalu menerapkan ayat-ayat tersebut kepada orang-orang mukmin, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Sayyidina Ibn Umar:
[إنهم انطلقوا إلى آيات نزلت ÙÂيالكÙÂار ØŒ ÙÂجعلوها على المؤمنين]
"Mereka (yaitu khawarij) mengambil ayat-ayat yang diturunkan tentang orang-orang kafir, lalu mereka menerapkan ayat-ayat tersebut kepada orang-orang mukmin."
Menerapkan ayat tersebut kepada orang-orang mukmin yang ber-Tauhid adalah perilaku Khawarij di masa lalu, dan sekarang diterapkan oleh Wahhabiyah, yaitu Khawarij zaman sekarang.
Dan hal yang penting adalah bahwa praktik tabarruk para sahabat dengan peninggalan (atsar) Nabi Muhammad ï·º difahami Para ulama Hadits berdasarkan keumumannya. Maksudnya, tindakan tersebut diperbolehkan tidak hanya dengan peninggalan (atsar) Nabi ï·º, tetapi juga peninggalan orang-orang saleh lainnya. Membatasi praktik ini hanya boleh dilakukan pada Nabi ï·º saja adalah tindakan yang tidak berdasar dan tidak ada salaf yang mendukung mereka dalam hal itu. Sebaliknya, pernyataan ulama Hadits adalah hujjah (dalil) yang menentang pandangan mereka tersebut.
Banyak ulama besar seperti Ibn Hibban, Ibn Baththal, Ibn Abdil Barr, Qadhi Iyadh, An-Nawawi, Al-'Ala'i, Ibn Al-Mulaqqin, Al-Badr Al-'Ayni, Ibn Hajar, As-Suyuthi dan lainnya, baik sebelum maupun sesudah Ibn Taimiyah, telah menjelaskan bahwa hadits tersebut menunjukkan diperbolehkannya bertabarruk, seperti ungkapan mereke:
[ÙˆÙÂيه جواز التبرك بالصالØÂينوآثارهم]
"Dalam hadits tersebut terdapat dalil diperbolehkan bertabarruk dengan orang-orang saleh dan peninggalan mereka."
Dan ini saja sudah menunjukkan seberapa besar kesalahpahaman Wahhabi yang membatasi tabarruk hanya pada peninggalan Nabi, padahal banyak pernyataan ulama-ulama terdahulu untuk menekankan bahwa tabarruk dengan orang-orang saleh, baik hidup maupun setelah wafat, adalah bersifat umum. Inilah pemahaman Salaf, seperti tercermin dalam teks-teks berikut:
Dalam Kitab Shahihnya, al-Imam Ibn Hibban memuat tiga bab dengan judu:
[ذكر ما يستØÂب للمرء التبرك بالصالØÂينوأشباههم]
"Bab menyebutkan tentang Dianjurkan dalam syariat islam bagi seseorang bertabarruk dengan orang-orang saleh dan semisalnya."
[استØÂباب التبرك للمرء بعشرة مشايخ أهل الدينوالعقل]
"Dianjurkan dalam syariat islam bertabarruk bagi seseorang dengan 10 orang ulama ahli agama & ilmu"
[ذكر إباØÂØ© التبرك بوضوء الصالØÂينمنأهل العلم إذا كانوا متبعينلسننالمصطÙÂÙ‰ دونأهل البدع منهم]
"Bab menyebutkan kebolehan tabarruk dengan bekas air wudlu orang-orang saleh dari kalangan para ulama, jika mereka memang orang-orang mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah"
Imam Al-Hafizh Ibn Abd al-Barr yang wafat pada tahun 463 H berkata dalam menjelaskan hadis dengan teks sebagai berikut:
[Ø¥ÙÂذَا ÙƒÙÂنْتَ بَيْنَ الْأَخْشَبَيْن٠مÙÂنْ Ù…ÙÂنًى ØŒ ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙÂَخَ بÙÂيَدÙÂه٠نَØÂْوَ الْمَشْرÙÂق٠، ÙÂÙŽØ¥ÙÂنَّ Ù‡ÙÂنَاكَ وَادÙÂيًا ÙŠÙÂقَال٠لَه٠السّÙÂرَر٠بÙÂه٠شَجَرَةٌ سÙÂرَّ تَØÂْتَهَا سَبْعÙÂونَ نَبÙÂيًّا]
رواه مالك ÙÂيالموطاء (Û²Û±Û¹)ØŒ واØÂمد ÙÂيالمسنده (Û±Û²Û³Û³)ØŒ Ùˆ ابنØÂبانÙÂيالصØÂÙŠØÂÙ‡ (٦٢٤٤)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jika kalian berada di antara dua bukit (al-Akhshabayn) dekat Mina," sambil menunjuk ke arah timur dengan tangannya yang terbuka, "kalian akan menemukan sebuah lembah bernama as-Surar terdapat pohon . Di bawah pohon itu, tujuh puluh nabi telah dilahirkan."
Imam Al-Hafizh Ibn Abd al-Barr berkata:
[الØÂديث دليل على التبرك بمواضع الأنبياء والصالØÂينومقاماتهم Ùˆ مساكنهم]
التمهيد للØÂاÙÂظ ابنعبد البر (Û±Û·/Û±Û³)
"Hadits ini menjadi dalil tentang disyariatkan tabarruk dengan tempat-tempat para Nabi dan orang-orang saleh, seperti makam dan tempat tinggal mereka."
Imam Qadhi Iyadh (wafat 544 H) ketika menjelaskan hadits 'Itban bin Malik yang meminta Nabi ï·º untuk shalat di rumahnya, mengatakan:
[ÙÂيه التبرك بالÙÂضلاء، ومشاهد الأنبياء وأهل الخير ومواطنهم، ومواضع صلاتهم، وإجابة أهل الÙÂضل لما رغب إليهم ÙÂيه منذلك، تعاوناً على طاعة الله، وتنشيطاً على عبادته]
Ø¥ÙÂكمَال٠المÙÂعْلÙÂم٠بÙÂَوَائÙÂد٠مÙÂسْلÙÂÙ… (Ù¦Û³Û±/Û²)
"Dalam hadits tersebut terdapat dalil bertabarruk dengan orang-orang yang memiliki keutaman (bertaqwa), makam para Nabi dan orang-orang baik serta tempa-tempat ibadah mereka, tempat shalat mereka, dan respon persetujuan dari orang-orang yang memiliki keutamaan terhadap permintaan tersebut merupakan tolong menolong dalam ketaatan kepada Allah dan meningkatkan ibadah".
Imam Abu Al-Abbas Al-Qurtubi yang wafat tahun 656 H menjelaskan tentang hadits tabarruk dengan air sumur yang pernah diminum unta Nabi Shalih:
[أَمْرÙÂه٠صلى الله عليه وآله وسلم أنيستقوا منبئر الناقة دليلٌ على التبرك بآثار الأنبياء والصالØÂين، وإنتقادمت أعصارهم وخÙÂيت آثارهم، كما أنَّ ÙÂيالأول دليلًا على بغض أهل الÙÂساد وذم ديارهم وآثارهم. هذا، وإنكانالتØÂقيق أنالجمادات غير مؤاخذات، لكنالمَقْرÙÂونبالمØÂبوب Ù…ØÂبوب، والمقرونبالمكروه المبغوض مبغوض]
المÙÂهم لما أشكل منتلخيص كتاب مسلم (Û³ÛµÛµ/Û·)
"Perintah Nabi untuk mengambil air dari sumur unta tersebut menunjukkan diperbolehkannya bwrtabarruk dengan peninggalan Nabi dan orang-orang saleh. Meskipun zaman mereka telah lama berlalu dan jejak mereka telah hilang, hal ini juga menunjukkan kebencian terhadap orang-orang yang fasik dan celaan terhadap tempat-tempat serta peninggalan mereka. Lebih lanjut, meskipun benda mati tidak diminta pertanggungjawaban, namun yang berhubungan dengan yang dicintai (Allah) adalah dicintai, dan yang berhubungan dengan yang dibenci(Allah) adalah dibenci."
Syaikhul Islam An-Nawawi yang wafat tahun 676 H berkata, saat menyebutkan faedah hadits 'Itban bin Malik,
[ومنها التبرك بالصالØÂينوأثارهم والصلاة ÙÂيالمواضع التيصلوا بها وطلب التبريك منهم]
شرؠالنوويعلى مسلم (۱۱۱/۵)
"antara lain: sebagai dalil tabarruk dengan orang-orang shaleh dan peninggalan mereka, melakukan shalat di tempat-tempat yang pernah mereka gunakan untuk shalat, Memohon berkah dari mereka."
Imam Alauddin Ibn Al-'Aththar (wafat 724 H) menjelaskan tentang hadits Abu Juhaifah dan Bilal tentang shalat di Madinah:
[ÙˆÙÂيالØÂديث ÙÂوائد كثيرة: منها: إتيانأهل القدوة وأهل الÙÂضل إلى أماكنهم، ÙÂيالسÙÂر والØÂضر؛ للتبرك بهم، والاقتباس منهم، ÙˆØÂكاية ØÂالهم، وذكر منازلهم. ومنها: استعمال ÙÂضل طهورهم، وطعامهم، وشرابهم، ولباسهم، والتبرك بآثارهم.]
العدة ÙÂيشرؠالعمدة» (Û³Û¸Û°/Û±).
"Dan dalam hadits ini terdapat banyak faidah, antara lain:
Dalam hadis terdapat banyak manfaat: di antaranya: mendatangi orang-orang yang menjadi teladan dan orang-orang yang memiliki keutamaan di tempat mereka, baik dalam perjalanan maupun di tempat tinggal; untuk bertabarruk dengan mereka, mengambil pelajaran dari mereka, menceritakan keadaan mereka, dan menyebutkan tempat tinggal mereka. Dan di antara faidah lainnya: menggunakan sisa air wudhu, makanan, minuman, dan pakaian mereka dan bertabarruk dengan peninggalan mereka".
Imam Abu Abdullah Al-Fasi, dikenal sebagai Ibn Al-Hajj Al-Maliki (wafat 737 H), dalam kitabnya "Al-Madkhal", menjelaskan tentang tawassul dan tabarruk dengan kubur orang-orang shaleh:
[وَقَدْ تَقَرَّرَ ÙÂÙÂيالشَّرْع٠وَعÙÂÙ„ÙÂÙ…ÙŽ مَا Ù„ÙÂلَّه٠تَعَالَى بÙÂÙ‡ÙÂمْ Ù…ÙÂنْ الÙÂاعْتÙÂنَاءÙÂØŒ وَذَلÙÂÙƒÙŽ ÙƒÙŽØ«ÙÂيرٌ مَشْهÙÂورٌ، وَمَا زَالَ النَّاس٠مÙÂنْ الْعÙÂلَمَاءÙÂØŒ وَالْأَكَابÙÂر٠كَابÙÂرًا عَنْ كَابÙÂر٠مَشْرÙÂقًا وَمَغْرÙÂبًا يَتَبَرَّكÙÂونَ بÙÂزÙÂيَارَة٠قÙÂبÙÂورÙÂÙ‡ÙÂمْ وَيَجÙÂدÙÂونَ بَرَكَةَ ذَلÙÂÙƒÙŽ ØÂÙÂسًّا وَمَعْنًى]
المدخل لابنالØÂاج (٢٥٥/Ù¡).
"Dan telah ditetapkan dalam syariat dan diketahui apa yang Allah Ta'ala berikan kepada mereka dari kasih sayang, dan itu banyak dan terkenal. Dan senantiasa orang-orang dari kalangan ulama dan para tokoh, dari generasi ke generasi, baik di Timur maupun di Barat, terus-menerus bertabarruk dengan mengunjungi makam-makam mereka dan merasakan berkah tersebut secara inderawi dan maknawi".
Imam Syamsuddin Al-Kirmani (wafat 786 H) berkata tentang hadits membuat cincin sebagai tanda berkah dengan cincin Nabi:
[ÙˆÙÂيه التبرك بآثار الصالØÂينولبس لباسهم]
الكواكب الدراريشرؠصØÂيؠالبخاري(Û¹Û¹/Û²Û±).
"Di dalam hadits tersebut terdapat dalil bertabarruk dengan peninggalan orang-orang shaleh dan mengenakan pakaian mereka."
Imam Agung Ibn al-Mulaqqin yang wafat pada tahun 804 H berkata ketika Nabi ï·º mengalirkan air wudhu-nya kepada Sayyidina Jabir:
[ÙˆÙÂيه: التبرك بآثار الصالØÂينلا سيما سيد الصالØÂينﷺ]
التوضيؠلشرؠالجامع الصØÂيؠ(٣٢٧/Ù¤)
"Di dalamnya terdapat dalil bertabarruk dengan atsar orang-orang saleh, terutama pemimpin orang-orang saleh ï·º."
Imam Syamsuddin al-Birmawi yang wafat pada tahun 831 H berkata tentang hadits tabarruk sahabat dengan wudhu beliau ï·º yang mulia:
[ÙÂÙÂيه جَواز٠ضَرْب الخيام والقباب، والتبرك بآثار الصالØÂين، وطهارة المستعمل، ونَصْب٠علامة بينيديالمصلي، وخدمة السادات]
اللامع الصبيؠبشرؠالجامع الصØÂÙŠØÂØŒ (٤٦١/١٤).
"Didalamnya terdapat dalil kebolehan mendirikan tenda dan kubah, beratabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh, kesucian air musta'mal, menempatkan tanda di depan orang yang shalat, dan melayani para pemimpin."
Imam Syamsuddin Ibn Al-Jazari (wafat 833 H) tentang makam Imam Asy-Syathibi, imam qira'at berkata:
[وقبره مشهور معروÙÂØŒ يقصد للزيارة، وقد زرته مرات، وعرض عليبعض أصØÂابيالشاطبية عند قبره، ورأيت بركة الدعاء عند قبره بالإجابة رØÂمه الله ورضيعنه]
غاية النهاية ÙÂيطبقات القراء (Û²) Û²Û³).
"Makam Imam Syathibi terkenal dan dikunjungi banyak orang. Aku sendiri pernah berkali-kali mengunjunginya, dan beberapa teman saya dari kalangan Syathibiyah meminta saya untuk berdoa di dekat makamnya. Aku menyaksikan sendiri berkah berdoa di sana, yaitu dengan doa yang mustajab (dikabulkan). Semoga Allah merahmati dan meridhai beliau."
Imam Syihabuddin Ibn Ruslan Al-Syafi'i yang wafat pada tahun 844 H berkata tentang hadis menuangkan air wudhu beliau ï·º pada orang sakit:
[ÙˆÙÂيه التبرك بآثار الصالØÂينمنÙÂضل طهور وأكل ولبس وغير ذلك مما ترتجى به البركة؛ ولأنه مما يتداوى به]
شرؠسننأبيداود لابنرسلان(۱۲/ ٤۱۷).
"Di dalamnya terdapat dalil bertabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh berupa sisa bersuci, makan, pakaian, dan hal-hal lain yang diharapkan membawa berkah; dan karena itu adalah salah satu cara untuk berobat."
Syaikh al-Islam al-Hafizh Ibn Hajar yang wafat pada tahun 852 H ketika menyebutkan hadits 'Itban bin Malik mengatakan:
[وقد تقدم ØÂديث عتبانوسؤاله النبيالله أنيصليÙÂيبيته ليتخذه Ù…ÙÂصَلَّى وإجابة النبيالله إلى ذلك، ÙÂهو ØÂجة ÙÂيالتبرك بآثار الصالØÂين]
ÙÂتؠالباريلابنØÂجر (Ù¡/ ٥٦٩).
"Telah disebutkan hadits 'Itban dan permintaannya kepada Nabi Allah untuk shalat di rumahnya agar dijadikan sebagai tempat shalat, dan Nabi ï·º menyetujui permintaannya tersebut, maka ini adalah hujjah tentang tabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh."
Bahkan, Al-Hafiz Ibn Hajar dalam bukunya: Al-Matalib Al-Aliyah bi Zawa'id Al-Masanid Al-Tsamaniyah, mengkhususkan sebuah bab dengan judul:
باب التبرك بآثار الصالØÂÙŠÙâ€
Bab Tabarruk dengan peninggalan Orang-orang Saleh.
Imam al-Badr al-'Ayni yang wafat pada tahun 855 H berkomentar ketika Nabi ï·º berkata kepada Umm 'Atiyyah radhiallahu anha ketika memandikan jenazah putrinya Zainab radhiallahu anha:
ÙÂÙŽØ¥ÙÂذَا ÙÂَرَغْتÙÂنَّ ÙÂَآذÙÂنَّنÙÂÙŠÙÂَلَمَّا ÙÂَرَغْنَا آذَنَّاه٠ÙÂَأَعْطَانَا ØÂÙÂقْوَه٠ÙÂَقَالَ: أشْعÙÂرْنَهَا Ø¥ÙÂيَّاهÙÂ
"Jika kalian telah selesai, beri tahu aku." Ketika kami selesai, kami memberitahunya, maka beliau ï·º memberikan kainnya dan berkata: "Jadikanlah ini sebagai kain pembungkusnya."
Imam al-Badr al-'Ayni mengatakan:
[أي: اجعلنهَذَا الْإÙÂزار شعارها ØŒ وسمي: شعارًا Ù„ÙÂأَنَّه٠يَلÙÂيشعر الجسد، والدثار ما ÙÂوق الجسد، والØÂكمة ÙÂÙÂيه٠التَّبَرّÙÂÙƒ بآثاره الشَّرÙÂÙŠÙÂÙŽØ©ÙÂØŒ ÙˆÙŽØ¥ÙÂنَّمَا أَخْرَه٠إÙÂÙ„ÙŽÙ‰ ÙÂراغهنمنالغسل، ولم يناولهنإيَّاه أولا ليكونقريب الْعَهْد منجسده الشريÙÂØŒ ØÂَتَّى لا يكونبينانتقاله منجسده إلى جسدها ÙÂاصل، ÙˆÙŽÙ‡ÙÂÙˆÙŽ أصل ÙÂيالتبرك بآثار الصالØÂين]
عمدة القاريشرؠصØÂيؠالبخاري(٤١/Ù¨)
"Artinya, jadikan kain ini sebagai penutup tubuhnya. Disebut 'syiar' karena menutupi rambut tubuh. Sedangkan 'ditsar' adalah penutup bagian atas tubuh. Hikmahnya adalah dalil tabarruk peninggalan Nabi yang mulia. Dan beliau menunggu hingga mereka selesai dari memandikan, dan tidak memberikannya kepada mereka terlebih dahulu agar dekat dengan tubuhnya yang mulia, sehingga tidak ada pemisah antara perpindahan kain itu dari tubuh Nabi ke tubuh zainab, hal ini merupakan dasar dalam tabarruk dengan atsar orang-orang saleh."
Imam Hafiz Syamsuddin As-Sakhawi (wafat 902 H) berkata tentang biografi Ahmad bin Ismail bin Abu Bakr bin Barid Al-Azhari Asy-Syafii:
[دÙÂنبالبقيع بالقرب منقبر الإمام مالك رØÂمه الله وكانله مشهد ØÂاÙÂÙ„ جدا، وتأس٠الناس خصوصا أهل المدينة على ÙÂقده، وقبره ظاهر يزار رØÂمه الله وإيانا ونÙÂعنا ببركاته]
التØÂÙÂØ© اللطيÙÂØ© ÙÂيتاريخ المدينة الشريÙÂة» (١٠٢/Ù¡)
"Beliau dimakamkan di Al-Baqi', dekat makam Imam Malik. Makamnya dihadiri banyak orang. Masyarakat, terutama penduduk Madinah, sangat sedih atas kehilangannya. Makamnya masih terlihat dan diziarahi. Semoga Allah merahmatinya dan kita semua mendapat manfaat dari berkahnya."
Al-'Allamah Abu al-'Abbas Syihabuddin al-Qasthalani (wafat 923 H) mengimentari perkataan seseorang yang meminta kepada Rasulullah kain yang beliau pakai, ketika orang tersebut menyebutkan alasannya:
Ø¥ÙÂنَّمَا سَأَلْتÙÂه٠لÙÂتَكÙÂونَ ÙƒÙŽÙÂÙŽÙ†ÙÂÙŠØŒ
"Aku semata mata meminta kain itu untuk jadi kafanku."
Al-Qastalani berkata:
[ÙˆÙÂيه التبرك بآثار الصالØÂين، وجواز إعداد الشيء قبل وقت الØÂاجة إليه]
الإرشاد الساريشرؠصØÂيؠالبخاري(٣٩٦/Ù¢)
"Dalam hal ini terdapat dalil tabarruk dengan peninggalan orang-orang saleh, serta diperbolehkannya mempersiapkan sesuatu sebelum waktu dibutuhkannya."
Tambahan:
https://www.facebook.com/share/p/189Xyb3fZ4/
Teks-teks ini dari imam-imam Hadits dan huffadz sepanjang sejarah umat Islam menunjukkan kepada anda atas kesalahpahaman yang terjadi di kalangan Wahhabi dalam melarang tawassul dan tabarruk dengan sahabat, tabi'in, dan peninggalan mereka. Hal ini mengungkapkan kepada anda atas kebodohan mereka dalam penentangan terang-terangan terhadap para imam ilmu dan pensyarah sunnah yang mulia.
Teks-teks ini menunjukkan kepada anda sebagian besar penyelewengan yang baru dimunculkan oleh Wahhabi dalam mengharamkan tawassul dan tabarruk kepada orang-orang saleh dan peninggalan mereka dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan jalan menuju syirik (penyekutuan Tuhan).
Apakah para imam dan ulama sepanjang sejarah ini memperbolehkan syirik dan menghalalkan yang haram? Apakah semua mereka menentang pendapat Salaf menurut pandangan Wahhabi?! Jika para imam dan ulama sepanjang sejarah ini bukanlah pengikut Salaf yang sebenarnya, maka selamat tinggal bagi akal dan kebenaran.
Orang yang menentang para imam ini seharusnya menyadari bahwa merekalah yang menyimpang dari jalan Salaf, menentang keyakinan umat, ulama, dan imamnya. Allah akan meminta pertanggungjawaban atas kesesatan ini yang mereka gunakan untuk memfitnah umat Islam sebagai penyembah kubur dan mengklaim bahwa syirik merajalela.
Dengan demikian, jelaslah kekeliruan Ibn Baz ketika menafikan tabarruk selain kepada Nabi ï·º dan ia menganggapnya sebagai syirik besar. Ia berkata:
[لم ÙŠÙÂعله الصØÂابة مع الصديق ولا مع عمر، ولا مع عثمان، ولا مع علي، ولا مع غيرهم، لعلمهم أنهذا خاص بالرسول ï·º دونغيره، ÙÂالتبرك بشعره، التبرك بعرقه وبوضوئه، هذا خاص به ØŒ أما غيره ÙÂبدعة لا يجوز، وإذا اعتقد أنه ÙŠØÂصل له البركة منهذا الشخص صار ÙƒÙÂرا أكبر، نسأل الله العاÙÂية]
ÙÂتاوى نور على الدرب لابنباز (Û±Û·Û¸/Û²)ØŒ بعناية الشويعر
"Para sahabat tidak melakukan tabarruk dengan Abu Bakar, tidak pada Umar, tifak pada Utsman, tidak pada Ali, tidak pada yang lainnya, Mereka tahu bahwa tabarruk hanya khusus untuk Rasulullah ï·º, bukan orang lain. Tabarruk dengan rambut, keringat, dan wudhu'nya hanya khusus bagi beliau. Adapun kepada selainnya adalah bid'ah yang tidak diperbolehkan. Jika seseorang percaya mendapat berkah dari orang lain, itu adalah kekafiran besar. Kami memohon perlindungan kepada Allah."
Sebenarnya, kitalah yang seharusnya memohon perlindungan kepada Allah dari Wahhabi dan kejahatan mereka yang menentang para imam pendahulu, mereka mengkafirkan umat Nabi Muhammad ï·º, serta menuduh ulama dengan kesesatan dan bid'ah.
Wallahu A'lam
Sumber FB : Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Riau : Aqidah Asy'ariyyah wal Maturidiyyah







