Melunasi Hutang Orang Tua atau Menghajikannya?
MELUNASI HUTANG ORANG TUA ATAU MENGHAJIKANNYA ?
Ustadz, Saya berencana menjual rumah untuk menutup hutang. Insyaallah, dari hasil penjualan rumah ada kelebihan, selain untuk membeli rumah baru dengan secara tunai, saya bernazar untuk membiayai orang tua untuk ibadah haji.
Saat ini orang tua saya punya utang cukup besar. Ada kekhawatiran orang tua menolak diberangkatkan haji dengan alasan ingin melunasi utang terlebih dahulu.
Bagaimana dengan nazar saya jika orang tua menolak ? Apakah saya bisa mengalihkannya untuk menutup utangnya ? Apakah saya tetap harus memberangkatkan haji dengan menyimpan dananya sampai orang tua saya siap ?
Jawaban.
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Semoga Allah senantiasa memudahkan antum dalam amal shalih dan kebaikan berkah keinginan mulia menghajikan orang tua.
Dalam hal ini, yang lebih tepat adalah membantu untuk melunasi hutang –hutang orang tua dengan sisa uang yang ada. Karena hutang hukumnya wajib untuk segera dilunasi, sedangkan kewajiban ibadah haji berlaku bagi yang telah mampu, jika memang belum memiliki kemampuan apalagi masih memiliki tanggungan hutang, tentu belum wajib hukumnya.[1]
Sebagaimana firman Allah ta’ala :
ÙˆÙŽÙ„ÙÂلَّه٠عَلَى النَّاس٠ØÂÙÂجّ٠الْبَيْت٠مَن٠اسْتَطَاعَ Ø¥ÙÂلَيْه٠سَبÙÂيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.†(QS. Ali Imran: 97)
Al Imam asy Syafi’I rahimahullah berkata :
ومنلم يكنÙÂيماله سعة ÙŠØÂج بها منغير أنيستقرض ÙÂهو لا يجد السبيل
“Barangsiapa yang tidak memiliki kelapangan harta untuk haji, selain dengan hutang, maka dia tidak wajib untuk menunaikannya.â€Â[2]
Terkecuali dalam hal ini pihak yang menghutangi memberikan kelonggaran untuk menunda pelunasan hutang, maka tentu boleh saja dana yang ada digunakan untuk berhaji dulu.
Lalu bagaimana dengan nadzar untuk menghajikan orang tua ?
Nadzar yang dibatalkan bisa ditebus dengan membayar kafarat sebagaimana kafarat (tebusan) sumpah, jika memang nadzar tersebut sulit untuk ditunaikan, yaitu :
(1) Memberi makan kepada sepuluh orang miskin, (2) Atau memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, (3) Atau memerdekakan seorang budak
Jika tidak mampu ketiga hal di atas, barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :
ÙÂÙŽÙƒÙŽÙÂَّارَتÙÂه٠إÙÂطْعَام٠عَشَرَة٠مَسَاكÙÂينَ Ù…ÙÂنْ أَوْسَط٠مَا تÙÂطْعÙÂÙ…ÙÂونَ أَهْلÙÂيكÙÂمْ أَوْ ÙƒÙÂسْوَتÙÂÙ‡ÙÂمْ أَوْ تَØÂْرÙÂير٠رَقَبَة٠ÙÂَمَنلَّمْ يَجÙÂدْ ÙÂَصÙÂيَام٠ثَلاَثَة٠أَيَّام٠ذَلÙÂÙƒÙŽ ÙƒÙŽÙÂَّارَة٠أَيْمَانÙÂÙƒÙÂمْ Ø¥ÙÂذَا ØÂÙŽÙ„ÙŽÙÂْتÙÂمْ وَاØÂÙ’ÙÂَظÙÂواْ أَيْمَانَكÙÂمْ كَذَلÙÂÙƒÙŽ ÙŠÙÂبَيّÙÂن٠اللّه٠لَكÙÂمْ آيَاتÙÂه٠لَعَلَّكÙÂمْ تَشْكÙÂرÙÂونَ
“Maka kaffarat sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan pertengahan yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
Barangsiapa yang tidak sanggup melakukannya, maka hendaknya dia berpuasa selama tiga hari. Itulah kaffarat sumpah-sumpah kalian bila kalian bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpah-sumpah kalian. Demikianlah Allah menerangkan kepada kalian ayat-ayatNya agar kalian bersyukur (kepada-Nya).†(QS. Al-Maidah: 89)
Lebih lengkapnya bahasan tentang bab nadzar dan masalah ini bisa dibaca di group Telegram Subulana.
Wallahu a’lam.
_________
[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah (17/31), al Bada’i ash Shana’i (2/768), Hasyiah ad Dusuqi (2/7).
[2] Al Umm (1/127).
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq