Dalil Tradisi Tahlilan dan Yasinan
TRADISI YASINAN DAN TAHLILAN
Kaum Muslimin di Indonesia meyakini bahwa Islam disebarkan di Nusantara oleh para ulama yang alim dalam hal ilmu agama. Berdasarkan kealiman mereka, yang sudah barang tentu melebihi kealiman orang-orang sekarang, mereka melakukan inovasi dan melestarikan tradisi-tradisi Islam yang berlangsung hingga sekarang, seperti tradisi Yasinan, Tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari dan lain-lain. Hanya saja karena umat Islam Nusantara, tidak pernah mempersoalkan dalil-dalil teradisi amaliah Islami tersebut, para ulama kita jarang sekali menjelaskan dalil-dalil tradisi tersebut.
Belakangan setelah fitnah kaum Wahabi mulai masuk ke Nusantara, mulai terjadi gugatan terhadap beragam tradisi yang telah berkembang sebelumnya. Kaum Wahabi beralasan, bahwa tradisi tersebut tidak memiliki dalil. Padahal sebagaimana kita maklumi, kaum Wahabi-lah yang paling miskin dalil. Akan tetapi setelah para ulama kita menjelaskan dalil-dalil tradisi tersebut, kaum Wahabi masih berkilah, “Itu mendalili amal, bukan mengamalkan dalil.†Tentu saja, karena kaum Wahabi belum mampu menjawab dalil-dalil yang dikemukakan oleh para ulama. Mengamalkan dalil dan mendalilkan amal, selama dalilnya shahih, tidak ada bedanya.
Berikut ini dalil-dalil bolehnya menetapkan waktu-waktu tertentu untuk melakukan kebaikan dan ibadah.
1) Dalil pertama, hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:
عَنْ ابْن٠عÙمَرَ رَضÙÙŠÙŽ الله٠عَنْهÙمَا قَالَ كَانَ النَّبÙيّ٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ يَأْتÙÙŠ مَسْجÙدَ Ù‚Ùبَاء٠كÙلَّ سَبْت٠مَاشÙيًا وَرَاكÙبًا وَكَانَ عَبْد٠الله٠رَضÙÙŠÙŽ الله٠عَنْه٠يَÙْعَلÙÙ‡Ù. رواه البخاري
“Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mendatangi Masjid Quba’ setap hari sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendaraan.†Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu juga selalu melakukannya. (HR. al-Bukhari, [1193]).
Hadits di atas menjadi dalil bolehnya menetapkan waktu-waktu tertentu secara rutin untuk melakukan ibadah dan kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan hari Sabtu sebagai hari kunjungan beliau ke Masjid Quba’. Beliau tidak menjelaskan bahwa penetapan tersebut, karena hari Sabtu memiliki keutamaan tertentu dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Berarti menetapkan waktu tertentu untuk kebaikan, hukumnya boleh berdasarkan hadits tersebut. Karena itu al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
ÙˆÙÙŠ هذا الØديث على اختلا٠طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالØÙ‡ والمداومه على ذلك ÙˆÙيه أن النهي عن شد الرØال لغير المساجد الثلاثه ليس على التØريم
“Hadits ini, dengan jalur-jalurnya yang berbeda, mengandung dalil bolehnya menentukan sebagian hari, dengan sebagian amal saleh dan melakukannya secara rutin. Hadits ini juga mengandung dalil, bahwa larangan berziarah ke selain Masjid yang tiga, bukan larangan yang diharamkan.†(Al-Hafizh Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 3 hlm 69).
2) Hadits Sayidina Bilal radhiyallahu ‘anhu
وَعَنْ أَبÙيْ Ù‡Ùرَيْرَةَ رَضÙÙŠÙŽ الله٠عَنْه٠أَنَّ نَبÙيَّ الله٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ قَالَ Ù„ÙبÙلاَل٠عÙنْدَ صَلاَة٠الْÙَجْرÙ: «يَا بÙلاَل٠ØَدÙّثْنÙيْ بÙأَرْجَى عَمَل٠عَمÙلْتَه٠ÙÙÙŠ اْلإÙسْلاَم٠ÙÙŽØ¥ÙÙ†Ùّيْ سَمÙعْت٠دÙÙÙ‘ÙŽ نَعْلَيْكَ ÙÙÙŠ الْجَنَّةÙ» قَالَ: مَا عَمÙلْت٠عَمَلاً أَرْجَى عÙنْدÙيْ Ù…Ùنْ Ø£ÙŽÙ†Ùّيْ لَمْ أَتَطَهَّرْ Ø·ÙŽÙ‡Ùوْرًا ÙÙيْ سَاعَة٠مÙنْ لَيْل٠أَوْ نَهَار٠إÙلاَّ صَلَّيْت٠بÙØ°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ الطَّهÙوْر٠مَا ÙƒÙتÙبَ Ù„Ùيْ. ÙˆÙŽÙÙيْ رÙوَايَة٠: قَالَ Ù„ÙبÙلاَلÙ: «بÙÙ…ÙŽ سَبَقْتَنÙيْ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الْجَنَّةÙØŸ قَالَ: مَا أَذَّنْت٠قَطّ٠إÙلاَّ صَلَّيْت٠رَكْعَتَيْن٠وَمَا أَصَابَنÙيْ Øَدَثٌ قَطّ٠إÙلاَّ تَوَضَّأْت٠وَرَأَيْت٠أَنَّ لله٠عَلَيَّ رَكْعَتَيْن٠Ùَقَالَ النَّبÙيّ٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ «بÙÙ‡Ùمَا» أَيْ Ù†Ùلْتَ تÙلْكَ الْمَنْزÙلَةَ». رواه البخاري (1149) ومسلم (6274) وأØمد (9670) والنسائي ÙÙŠ Ùضائل الصØابة (132) والبغوي (1011) وابن Øبان (7085) وأبو يعلى (6104) وابن خزيمة (1208) وغيرهم.
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Bilal ketika shalat fajar: “Hai Bilal, kebaikan apa yang paling engkau harapkan pahalanya dalam Islam, karena aku telah mendengar suara kedua sandalmu di surga?â€. Ia menjawab: “Kebaikan yang paling aku harapkan pahalanya adalah aku belum pernah berwudhu’, baik siang maupun malam, kecuali aku melanjutkannya dengan shalat sunat dua rakaat yang aku tentukan waktunya.†Dalam riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Bilal: “Dengan apa kamu mendahuluiku ke surga?†Ia menjawab: “Aku belum pernah adzan kecuali aku shalat sunnat dua rakaat setelahnya. Dan aku belum pernah hadats, kecuali aku berwudhu setelahnya dan harus aku teruskan dengan shalat sunat dua rakaat karena Allahâ€. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Dengan dua kebaikan itu, kamu meraih derajat ituâ€.(HR. al-Bukhari (1149), Muslim (6274), al-Nasa’i dalam Fadhail al-Shahabah (132), al-Baghawi (1011), Ibn Hibban (7085), Abu Ya’la (6104), Ibn Khuzaimah (1208), Ahmad (5/354), dan al-Hakim (1/313) yang menilainya shahih.).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam belum pernah menyuruh atau mengerjakan shalat dua rakaat setiap selesai berwudhu atau setiap selesai adzan, akan tetapi Bilal melakukannya atas ijtihadnya sendiri, tanpa dianjurkan dan tanpa bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.Ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkannya, bahkan memberinya kabar gembira tentang derajatnya di surga, sehingga shalat dua rakaat setiap selesai wudhu menjadi sunnat bagi seluruh umat. Dengan demikian, berarti menetapkan waktu ibadah berdasarkan ijtihad hukumnya boleh. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata ketika mengomentari hadits tersebut:
ويستÙاد منه جواز الاجتهاد ÙÙŠ توقيت العبادة لأن بلالا توصل إلى ما ذكرنا بالاستنباط Ùصوبه النبي صلى الله عليه Ùˆ سلم
“Dari hadits tersebut dapat diambil faedah, bolehnya berijtihad dalam menetapkan waktu ibadah. Karena sahabat Bilal mencapai derajat yang telah disebutkan berdasarkan istinbath (ijtihad), lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkannya.†(Al-Hafizh Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 3 hlm 34).
3) Hadits Ziarah Tahunan
عن Ù…Øمد بن إبراهيم قال: كان النبي صلى الله عليه وسلم يأتي قبور الشهداء على رأس كل Øول Ùيقول:"السلام عليكم بما صبرتم Ùنعم عقبى الدار"ØŒ وأبو بكر وعمر وعثمان
“Muhammad bin Ibrahim berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mendatangi makam para syuhada’ setiap tahun, lalu berkata: “Salam sejahtera semoga buat kalian sebab kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.†Hal ini juga dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman. (HR. al-Thabari dalam Tafsir-nya [20345], dan Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya juz 4 hlm 453).
Hadits di atas juga disebutkan oleh al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi dalam Syarh al-Shudur hlm 185, dan ditentukan bahwa makam Syuhada yang diziarahi setiap oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Syuhada peperangan Uhud. Hadits ini dapat dijadikan dalil, tentang tradisi haul kematian setiap tahun.
4) Atsar Sayyidah Fathimah radhiyallahu ‘anha
عن Ù…Øمد بن علي قال كانت Ùاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه Ùˆ سلم تزور قبر Øمزة كل جمعة
“Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin berkata: “Fathimah putrid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berziarah ke makam Hamzah setiap hari Jum’at.†(HR. Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf [6713]).
عن الØسين بن علي : أن Ùاطمة بنت النبي صلى الله عليه Ùˆ سلم كانت تزور قبر عمها Øمزة كل جمعة Ùتصلي Ùˆ تبكي عنده هذا الØديث رواته عن آخرهم ثقات
“Al-Husain bin Ali berkata: “Fathimah putri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berziarah ke makam pamannya, Hamzah setiap hari Jum’at, lalu menunaikan shalat dan menangis di sampingnya.†(HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak [4319], al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra [7000]).
5) Atsar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
عَنْ ابْن٠عَبَّاس٠قَالَ ØَدّÙثْ النَّاسَ ÙƒÙلَّ جÙÙ…Ùعَة٠مَرَّةً ÙÙŽØ¥Ùنْ أَبَيْتَ Ùَمَرَّتَيْن٠ÙÙŽØ¥Ùنْ أَكْثَرْتَ Ùَثَلَاثَ Ù…Ùرَار٠وَلا تÙÙ…Ùلَّ النَّاسَ هَذَا الْقÙرْآنَ. رواه البخاري.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Sampaikanlah hadits kepada manusia setiap hari Jum'at. Jika kamu tidak mau, maka lakukan dua kali dalam sepekan. Jika masih kurang banyak, maka tiga kali dalam sepekan. Jangan kamu buat orang-orang itu bosan kepada al-Qur’an ini. (HR. al-Bukhari [6337]).
Keterangan:
Menetapkan hari-hari tertentu dengan kebaikan, telah berlangsung sejak masa sahabat. Karena itu para ulama di mana-mana, mengadakan tradisi Yasinan setiap malam Jum'at atau lainnya, dan beragam tradisi lainnya. Hal ini telah berlangsung sejak masa salaf.
6) Atsar Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
عَنْ Ø´ÙŽÙ‚Ùيق٠أَبÙÙ‰ وَائÙل٠قَالَ كَانَ عَبْد٠الله٠يÙذَكّÙرÙنَا ÙƒÙلَّ يَوْم٠خَمÙيس٠Ùَقَالَ لَه٠رَجÙÙ„ÙŒ يَا أَبَا عَبْد٠الرَّØْمَن٠إÙنَّا Ù†ÙØÙبّ٠ØَدÙيثَكَ وَنَشْتَهÙيه٠وَلَوَدÙدْنَا أَنَّكَ Øَدَّثْتَنَا ÙƒÙلَّ يَوْمÙ. Ùَقَالَ مَا يَمْنَعÙÙ†ÙÙ‰ أَنْ Ø£ÙØَدّÙØ«ÙŽÙƒÙمْ Ø¥Ùلاَّ كَرَاهÙيَة٠أَنْ Ø£ÙÙ…ÙلَّكÙمْ. Ø¥Ùنَّ رَسÙولَ الله٠-صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَخَوَّلÙنَا بÙالْمَوْعÙظَة٠ÙÙÙ‰ الأَيَّام٠كَرَاهÙÙŠÙŽØ©ÙŽ السَّآمَة٠عَلَيْنَا. رواه البخاري ومسلم
“Syaqiq Abu Wail berkata: “Abdullah bin Mas’ud memberikan ceramah kepada kami setiap hari Kamis. Lalu seorang laki-laki berkata kepada beliau: “Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya senang dengan pembicaraanmu dan selalu menginginkannya. Alangkah senangnya kami jika engkau berbicara kepada kami setiap hari?†Ibnu Mas’ud menjawab: “Tidaklah mencegahku untuk berbicara kepada kalian, kecuali karena takut membuat kalian bosa. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan nasehat kepada kami dalam hari-hari tertentu, khawatir membuat kami bosan.†(HR. al-Bukhari [70], dan Muslim [7305]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memiliki waktu tertentu untuk berceramah kepada para sahabatnya, kecuali dalam khutbah Jum’at dan hari raya secara rutin. Beliau memberikan nasehat kepada mereka kadang-kadang saja, atau ketika ada suatu hal yang perlu diingatkan kepada mereka. Kemudian setelah beliau wafat, para sahabat menetapkan hari-hari tertentu untuk menggelar pengajian. Hal ini membuktikan bahwa menetapkan hari-hari tertentu untuk kebaikan hukumnya boleh.
7) Fatwa Syaikh Nawawi Banten rahimahullah
والتصدق عن الميت بوجه شرعي مطلوب، ولا يتقيد بكونه سبعة أيام أو أكثر أو أقل، وتقييده ببعض الأيام من العوائد Ùقط كما Ø£Ùتى بذلك السيد Ø£Øمد دØلان، وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت ÙÙŠ ثالث من موته ÙˆÙÙŠ سابع ÙˆÙÙŠ تمام العشرين ÙˆÙÙŠ الأربعين ÙˆÙÙŠ المائة وبعد ذلك ÙŠÙعل كل سنة Øولا ÙÙŠ يوم الموت كما Ø£Ùاد شيخنا يوس٠السنبلاويني. (الشيخ نووي البنتني، نهاية الزين ص/281).
Bersedekah untuk orang meningga dengan cara yang syar’i itu dianjurkan. Hal tersebut tidak terbatas dengan tujuh hari, lebih atau kurang. Membatasi sedekah dengan sebagian hari, termasuk tradisi saja sebagaimana fatwa Sayyid Ahmad Dahlan. Tradisi masyarakat telah berlangsung dengan bersedekah pada hari ketiga kematian, ketujuh, keduapuluh, keempat puluh, keseratus, dan sesudah itu dilakukan setiap tahun hari kematian, sebagaimana dijelaskan oleh guru kami Yusuf al-Sunbulawaini. (Syaikh Nawawi Banten, Nihayah al-Zain, hlm 281).
Paparan di atas memberikan kesimpulan, bahwa menetapkan hari-hari tertentu untuk melakukan kebaikan secara rutin, adalah tradisi Islami yang mulia, berdasarkan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tradisi para sahabat. Alhamdulillah.
Sumber FB Ustadz : Muhammad Idrus Ramli Real
30 Juli 2021