Mukjizat Mi’raj Tidak Berarti Allah di Atas
Khutbah I
اَلْØÂَمْد٠لÙÂله٠الَّذÙÂيْ ÙˆÙŽÙÂÙ‘ÙŽÙ‚ÙŽ مَنْ شَاءَ Ù…ÙÂنْ خَلْقÙÂه٠بÙÂÙÂَضْلÙÂه٠وَكَرَمÙÂÙ‡ÙÂØŒ وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ Ù…ÙÂنْ خَلْقÙÂه٠بÙÂÙ…ÙŽØ´ÙÂيْئَتÙÂه٠وَعَدْلÙÂÙ‡ÙÂ. وَأَشْهَد٠أَنْ لَّا Ø¥ÙÂلٰهَ Ø¥ÙÂلَّا الله٠وَØÂْدَه٠لَا شَرÙÂيْكَ Ù„ÙŽÙ‡ÙÂØŒ وَلَا شَبÙÂيْهَ وَلَا Ù…ÙÂثْلَ وَلَا Ù†ÙÂدَّ Ù„ÙŽÙ‡ÙÂØŒ وَلَا ØÂَدَّ وَلَا جÙÂثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ Ù„ÙŽÙ‡ÙÂ. وَأَشْهَد٠أَنَّ سَيÙÂّدَنَا ÙˆÙŽØÂَبÙÂيْبَنَا وَعَظÙÂيْمَنَا وَقَائÙÂدَنَا ÙˆÙŽÙ‚ÙÂرَّةَ أَعْيÙÂÙ†ÙÂنَا Ù…ÙÂØÂَمَّدًا عَبْدÙÂه٠وَرَسÙÂوْلÙÂÙ‡ÙÂØŒ وَصَÙÂÙÂيّÙÂه٠وَØÂَبÙÂيْبÙÂÙ‡ÙÂ. اَللهم صَلÙÂÙ‘ وَسَلÙÂّمْ وَبَارÙÂكْ عَلَى سَيÙÂّدÙÂنَا Ù…ÙÂØÂَمَّد٠بْن٠عَبْد٠اللهÙÂØŒ وَعَلَى آلÙÂه٠وَصَØÂْبÙÂه٠وَمَنْ وَّالَاهÙÂØŒ وَمَنْ تَبÙÂعَهÙÂمْ بÙÂØ¥ÙÂØÂْسَان٠إÙÂÙ„ÙŽÙ‰ يَوْم٠الْقÙÂيَامَةÙÂØŒ وَلَا ØÂَوْلَ وَلَا Ù‚ÙÂوَّةَ Ø¥ÙÂلَّا بÙÂاللهÙÂ.
أَمَّا بَعْدÙÂØŒ ÙÂÙŽØ¥ÙÂÙ†ÙÂّيأÙÂوْصÙÂيْكÙÂمْ ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙÂْسÙÂيْ بÙÂتَقْوَى الله٠الْعَلÙÂÙŠÙÂÙ‘ الْعَظÙÂيْم٠الْقَائÙÂل٠ÙÂÙÂيْ Ù…ÙÂØÂْكَم٠كÙÂتَابÙÂÙ‡ÙÂ: مَا كَذَبَ الْÙÂÙÂؤَاد٠مَا رَأَى (١١) Ø£ÙŽÙÂَتÙÂمَارÙÂونَه٠عَلَى مَا يَرَى (١٢) وَلَقَدْ رَآه٠نَزْلَةً Ø£ÙÂخْرَى (١٣) عÙÂنْدَ سÙÂدْرَة٠الْمÙÂنْتَهَى (١٤) (النجم: ١١-١٤)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.
Saudara-saudara seiman,
Saat ini kita berada pada tanggal 25 Rajab 1441 H. Pada setiap bulan Rajab, umat Islam di berbagai belahan dunia menyelenggarakan perayaan Isra’ Mi’raj, sebuah peristiwa agung yang merupakan salah satu mukjizat yang Allah anugerahkan kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari atas mimbar, pada kesempatan yang mulia ini, khatib akan menyampaikan penjelasan dari para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah seputar Mukjizat Mi’raj dan bahwa mukjizat yang agung ini tidak menunjukkan Allah di atas, karena kesepakatan para ulama menyatakan bahwa Allah ada tanpa membutuhkan kepada arah dan tempat, Allah ada tanpa tempat.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Mukjizat Isra’ telah disebutkan dalam Al-Qur’an secara tegas dan eksplisit. Oleh karenanya, barangsiapa mengingkari Isra’, maka ia telah mendustakan Al-Qur’an.
Sedangkan Mi’raj, Al-Qur’an tidak menyebutkannya secara sharih dan eksplisit, akan tetapi menyatakannya dengan keterangan yang mendekati nash yang sharih (eksplisit).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
مَا كَذَبَ الْÙÂÙÂؤَاد٠مَا رَأَى (١١) Ø£ÙŽÙÂَتÙÂمَارÙÂونَه٠عَلَى مَا يَرَى (١٢) وَلَقَدْ رَآه٠نَزْلَةً Ø£ÙÂخْرَى (١٣) عÙÂنْدَ سÙÂدْرَة٠الْمÙÂنْتَهَى (١٤) (النجم: ١١-١٤)
Maknanya: “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kalian (musyrikin Makkah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha†(QS an-Najm: 11-14).
Oleh karena itu, para ulama Ahlussunnah menyatakan: Barangsiapa mengingkari mukjizat Mi’raj karena ketidaktahuannya tentang adanya Mi’raj dalam syara’, maka ia tidak kafir, akan tetapi dihukumi fasiq, karena Al-Qur’an tidak menyebutkan Mi’raj secara eksplisit. Berbeda dengan Mukjizat Isra’ yang disebutkan secara eksplisit. Sedangkan seseorang yang mengingkari Mi’raj dengan maksud menentang ajaran agama, maka ia tidak lagi tergolong kaum muslimin.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi imam shalat bagi para nabi di Baitul Maqdis, maka Rasulullah dibawa naik ke langit. Jibril pun meminta dibukakan pintu langit dan dikatakan kepadanya: Siapa anda? Jibril menjawab: Jibril. Ditanyakan: Siapa yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad. Ditanyakan lagi: Apakah ia telah diutus untuk Mi’raj ke langit? Jibril menjawab: Iya, ia telah diutus untuk Mi’raj.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits yang panjang:
“Lalu pintu langit pertama dibuka untuk kami. Ternyata sudah ada Nabi Adam di sana. Ia pun menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril bersamaku naik ke langit kedua, lalu ia meminta dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: Siapa anda? Jibril menjawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad. Ditanya lagi: Apa sudah saatnya Muhammad dimi’rajkan? Jibril menjawab: Iya, sudah saatnya dimi’rajkan. Lalu pintu langit kedua dibuka untuk kami. Ternyata sudah ada dua nabi bersaudara sepupu di sana, yaitu Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariyya ‘alaihimassalam. Keduanya menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.â€Â
Demikianlah, Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berpindah dari satu langit ke langit berikutnya. Di langit ketiga, beliau bertemu dengan Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang telah dikaruniai ketampanan yang luar biasa. Di langit keempat, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan Nabi Idris ‘alaihissalam. Nabi Yusuf dan Nabi Idris ‘alaihimassalam juga mendoakan kebaikan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian di langit kelima Nabi bertemu dengan Nabi Harun ‘alaihissalam, di langit keenam bertemu dengan Nabi Musa ‘alaihissalam, dan di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang menyandarkan punggungnya ke al-Bait al-Ma’mur. Al-Bait al-Ma’mur adalah bangunan yang mulia tempat thawaf bagi para malaikat yang merupakan penghuni langit sebagaimana Ka’bah adalah tempat thawaf bagi para penghuni bumi. Setiap harinya, al-Bait al-Ma’mur dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat untuk melakukan shalat di sana lalu keluar dan tidak kembali ke sana selamanya. Begitu seterusnya sampai hari kiamat. Setelah itu Jibril membawa Nabi naik hingga ke Sidratul Muntaha. Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang sangat besar nan indah menakjubkan, daun-daunnya lebar seukuran telinga gajah dan buah-buahnya besar seperti qullah (gentong). Akarnya berada di langit keenam dan menjulang tinggi sampai mencapai atas langit ketujuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya sewaktu beliau berada di atas langit ketujuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan:
“Tidak seorang pun di antara makhluk Allah yang mampu menyifati Sidratul Muntaha saking indahnya. Kemudian Allah mewahyukan kepadaku beberapa hal:
Allah wajibkan kepadaku 50 kali shalat dalam sehari semalam, lalu aku turun menemui Nabi Musa. Ia bertanya: Apa yang Allah wajibkan kepada ummatmu? Aku menjawab: 50 kali shalat. Musa berkata: Kembalilah ke tempat yang di sana engkau menerima wahyu dan berdoalah meminta keringanan kepada Allah, karena ummatmu tidak akan mampu melakukannya, aku telah memiliki pengalaman dengan Bani Israil tentang hal semacam ini.â€Â
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke tempat semula dan meminta keringanan kepada Allah seraya berkata:
يَا رَبÙÂÙ‘ خَÙÂÙÂÙ‘ÙÂÙ’ عَلَى Ø£ÙÂمَّتÙÂÙÅ
“Ya Allah berilah keringanan untuk ummatku.â€Â
Nabi bersabda: “Maka Allah mengurangi menjadi lima shalat. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan aku berkata: Allah mengurangi menjadi lima shalat untukku. Musa berkata: Umatmu tidak akan mampu melakukan itu, maka mintalah kembali kepada-Nya keringanan.â€Â
Maka Nabi pun beberapa kali memohon keringanan kepada Allah hingga Allah mewahyukan kepadanya kewajiban shalat lima kali sehari semalam, setiap shalat terhitung pahalanya seakan-akan sepuluh shalat, sehingga totalnya menjadi lima puluh shalat.
Allah juga mewahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa barangsiapa berkeinginan melakukan satu kebaikan lalu tidak jadi mengerjakannya, maka dihitung satu kebaikan, dan jika dia mengerjakannya dihitung sepuluh kebaikan. Dan barangsiapa berkeinginan melakukan keburukan dan tidak mengerjakannya maka tidak dicatat sebagai keburukan, jika dia mengerjakannya maka dihitung satu keburukan.
Saudara-saudara seiman,
Para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah mengatakan bahwa maksud dan tujuan dari Mi’raj adalah memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memperlihatkan kepada beliau keajaiban-keajaiban di alam atas, seperti langit, al-Bait al-Ma’mur, Sidratul Muntaha, ‘Arsy, surga dan lain-lain, dan mengagungkan derajat beliau. Sangat penting ditegaskan bahwa peristiwa Mi’raj tidak berarti sampainya Nabi ke sebuah tempat yang Allah berada di sana. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah bertemu dan berkumpul dengan Allah seperti bertemunya makhluk dengan makhluk, karena Allah Mahasuci dari tempat, arah dan ruang. Allah bukan jism (sesuatu yang memiliki panjang, lebar dan kedalaman) dan Allah tidak menyerupai sesuatu pun di antara makhluk-Nya sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala tegaskan:
لَيْسَ ÙƒÙŽÙ…ÙÂثْلÙÂه٠شَيْءٌ ÙˆÙŽÙ‡ÙÂÙˆÙŽ السَّمÙÂيع٠الْبَصÙÂير٠(الشورى: ١١)
Maknanya: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.†(QS asy-Syura: 11)
Oleh karenanya, jangan mempercayai sebagian buku yang menyampaikan cerita-cerita dusta yang menyatakan bahwa Allah mendekat kepada Muhammad hingga berjarak satu hasta atau bahkan lebih dekat. Kisah-kisah semacam ini sangat bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Sedangkan ayat 8 dan 9 dari surat an-Najm:
Ø«ÙÂمَّ دَنَا ÙÂَتَدَلَّى (Ù¨) ÙÂَكَانَ قَابَ قَوْسَيْن٠أَوْ أَدْنَى (Ù©) (النجم: Ù¨-Ù©)
Tidak boleh dimaknai bahwa Allah-lah yang mendekat kepada Muhammad hingga jaraknya seukuran dua busur panah atau lebih dekat. Makna ayat tersebut sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih Muslim dari Sayyidah Aisyah radliyallahu ‘anha bahwa yang mendekat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat Mi’raj adalah Jibril, bukan Allah subhanahu wa ta’ala.
Kita tidak boleh menyifati Allah dengan sifat berjarak dekat atau pun jauh, karena berjarak dengan sesuatu yang lain adalah termasuk salah satu sifat makhluk yang menunjukkan tempat dan arah tertentu. Padahal para ulama kita selalu menjelaskan bahwa Allah Mahasuci dari semua tempat dan arah, berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin seperti ditegaskan oleh Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam karyanya, al-Farq baina al-Firaq:
وَأَجْمَعÙÂوْا عَلَى أَنَّه٠لَا ÙŠÙŽØÂْوÙÂيْه٠مَكَانٌ
“Kaum muslimin menyepakati bahwa Allah ta’ala tidak diliputi oleh tempat.â€Â
Hadlratusy Syaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari menegaskan dalam mukadimah kitab at-Tanbihat al-Wajibat:
وَأَشْهَد٠أَنْ لاَ Ø¥ÙÂلهَ Ø¥ÙÂلاَّ الله٠وَØÂْدَه٠لاَ شَرÙÂيْكَ لَه٠الْمÙÂنَـزَّه٠عَن٠الْجÙÂسْمÙÂيَّة٠وَالْجÙÂهَة٠وَالزَّمَان٠وَالْمَكَانÙÂ
“Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia Mahasuci dari berbentuk (berjisim), arah, masa dan tempat.â€Â
Hadirin yang dirahmati Allah,
Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan dapat memperkokoh aqidah dan keimanan kita. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Ø£ÙŽÙ‚ÙÂوْل٠قَوْلÙÂيْ هٰذَا وَأَسْتَغْÙÂÙÂر٠اللهَ Ù„ÙÂيْ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙƒÙÂمْ، ÙÂَاسْتَغْÙÂÙÂرÙÂوْهÙÂØŒ Ø¥ÙÂنَّه٠هÙÂÙˆÙŽ الْغَÙÂÙÂوْر٠الرَّØÂÙÂيْمÙÂ.
Khutbah II
Ø¥ÙÂنَّ الْØÂَمْدَ Ù„ÙÂله٠نَØÂْمَدÙÂه٠وَنَسْتَعÙÂينÙÂه٠وَنَسْتَغْÙÂÙÂرÙÂÙ‡ÙÂØŒ وَنَعÙÂوْذ٠بÙÂالله٠مÙÂنْ Ø´ÙÂرÙÂوْر٠أَنْÙÂÙÂسÙÂنَا ÙˆÙŽÙ…ÙÂنْ سَيÙÂّئَات٠أَعْمَالÙÂنَا، مَنْ يَهْد٠الله٠ÙÂَلَا Ù…ÙÂضÙÂلَّ لَه٠وَمَنْ ÙŠÙÂضْلÙÂلْ ÙÂَلَا هَادÙÂÙŠÙŽ Ù„ÙŽÙ‡ÙÂØŒ وَأَشْهَد٠أَنْ لَّا Ø¥ÙÂلٰهَ Ø¥ÙÂلَّا الله٠وَØÂْدَه٠لَا شَرÙÂيْكَ Ù„ÙŽÙ‡ÙÂØŒ وَأَشْهَد٠أَنَّ سَيÙÂّدَنَا Ù…ÙÂØÂَمَّدًا عَبْدÙÂه٠وَرَسÙÂوْلÙÂÙ‡ÙÂØŒ اَللهم صَلÙÂÙ‘ وَسَلÙÂّمْ عَلٰى سَيÙÂّدÙÂنَا Ù…ÙÂØÂَمَّدÙÂن٠الصَّادÙÂق٠الْوَعْد٠الْأَمÙÂيْنÙÂØŒ وَعَلٰى Ø¥ÙÂخْوَانÙÂه٠النَّبÙÂÙŠÙÂّيْنَ وَالْمÙÂرْسَلÙÂيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنْ Ø£ÙÂمَّهَات٠الْمÙÂؤْمÙÂÙ†ÙÂيْنَ، وَآل٠الْبَيْت٠الطَّاهÙÂرÙÂيْنَ، وَعَن٠الْخÙÂÙ„ÙŽÙÂَاء٠الرَّاشÙÂدÙÂيْنَ، أَبÙÂيْ بَكْر٠وَعÙÂمَرَ وَعÙÂثْمَانَ وَعَلÙÂÙŠÙÂÙ‘ØŒ وَعَن٠الْأَئÙÂمَّة٠الْمÙÂهْتَدÙÂيْنَ، أَبÙÂيْ ØÂÙŽÙ†ÙÂيْÙÂَةَ وَمَالÙÂك٠وَالشَّاÙÂÙÂعÙÂÙŠÙÂÙ‘ ÙˆÙŽØ£ÙŽØÂْمَدَ وَعَن٠الْأَوْلÙÂيَاء٠وَالصَّالÙÂØÂÙÂيْنَ.
أَمَّا بَعْدÙÂØŒ ÙÂَيَا أَيّÙÂهَا الْمÙÂسْلÙÂÙ…ÙÂوْنَ، Ø£ÙÂوْصÙÂيْكÙÂمْ ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙÂْسÙÂيْ بÙÂتَقْوَى الله٠الْعَلÙÂÙŠÙÂÙ‘ الْعَظÙÂيْم٠ÙÂَاتَّقÙÂوْهÙÂØŒ وَاعْلَمÙÂوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكÙÂمْ بÙÂأَمْر٠عَظÙÂيْمÙÂØŒ أَمَرَكÙÂمْ بÙÂالصَّلَاة٠وَالسَّلَام٠عَلٰى نَبÙÂÙŠÙÂّه٠الْكَرÙÂيْم٠ÙÂَقَالَ Ø¥ÙÂنَّ اللَّهَ وَمَلَائÙÂكَتَه٠يÙÂصَلّÙÂونَ عَلَى النَّبÙÂيّ٠ۚ يَا أَيّÙÂهَا الَّذÙÂينَ آمَنÙÂوا صَلّÙÂوا عَلَيْه٠وَسَلّÙÂÙ…ÙÂوا تَسْلÙÂيمًا، اَللّٰهÙÂمَّ صَلÙÂÙ‘ عَلٰى سَيÙÂّدÙÂنَا Ù…ÙÂØÂَمَّد٠وَعَلٰى آل٠سَيÙÂّدÙÂنَا Ù…ÙÂØÂَمَّد٠كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيÙÂّدÙÂنَا Ø¥ÙÂبْرَاهÙÂيْمَ وَعَلٰى آل٠سَيÙÂّدÙÂنَا Ø¥ÙÂبْرَاهÙÂيْمَ وَبَارÙÂكْ عَلٰى سَيÙÂّدÙÂنَا Ù…ÙÂØÂَمَّد٠وَعَلٰى آل٠سَيÙÂّدÙÂنَا Ù…ÙÂØÂَمَّد٠كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيÙÂّدÙÂنَا Ø¥ÙÂبْرَاهÙÂيْمَ وَعَلٰى آل٠سَيÙÂّدÙÂنَا Ø¥ÙÂبْرَاهÙÂيْمَ، ÙÂÙÂيْ الْعَالَمÙÂيْنَ Ø¥ÙÂنَّكَ ØÂÙŽÙ…ÙÂيْدٌ مَجÙÂيْدٌ. اَللّٰهÙÂمَّ اغْÙÂÙÂرْ Ù„ÙÂلْمÙÂسْلÙÂÙ…ÙÂيْنَ وَالْمÙÂسْلÙÂمَات٠والْمÙÂؤْمÙÂÙ†ÙÂيْنَ وَالْمÙÂؤْمÙÂنَات٠الْأَØÂْيَاء٠مÙÂنْهÙÂمْ وَالْأَمْوَاتÙÂØŒ اَللّٰهÙÂمَّ اجْعَلْنَا Ù‡ÙÂدَاةً Ù…ÙÂهْتَدÙÂيْنَ غَيْرَ ضٰالÙÂّيْنَ وَلاَ Ù…ÙÂضÙÂÙ„ÙÂّيْنَ، اَللّٰهÙÂمَّ اسْتÙÂرْ عَوْرَاتÙÂنَا وآمÙÂنْ رَّوْعَاتÙÂنَا وَاكْÙÂÙÂنَا مَا أَهَمَّنَا ÙˆÙŽÙ‚ÙÂنَا شَرَّ ما نَتَخوَّÙÂÙÂØŒ رَبَّنَا آتÙÂنَا ÙÂÙÂيالدّÙÂنْيَا ØÂَسَنَةً ÙˆÙŽÙÂÙÂيالْآخÙÂرَة٠ØÂَسَنَةً ÙˆÙŽÙ‚ÙÂنَا عَذَابَ النَّارÙÂ.
عÙÂبَادَ اللهÙÂØŒ إنَّ اللهَ يَأْمÙÂر٠بÙÂالْعَدْل٠وَالْإØÂْسَان٠وَإÙÂيْتَاء٠ذÙÂيالْقÙÂرْبٰى ويَنْهٰى عَن٠الÙÂÙŽØÂْشٰاء٠وَالْمÙÂنْكَر٠وَالبَغْيÙÂØŒ يَعÙÂظÙÂÙƒÙÂمْ لَعَلَّكÙÂمْ تَذَكَّرÙÂوْنَ. ÙÂَاذكÙÂرÙÂوا اللهَ الْعَظÙÂيْمَ يَذْكÙÂرْكÙÂمْ وَاشْكÙÂرÙÂوْه٠عَلٰى Ù†ÙÂعَمÙÂه٠يَزÙÂدْكÙÂمْ وَاسْأَلÙÂوْه٠مÙÂنْ ÙÂَضْلÙÂه٠يÙÂعْطÙÂÙƒÙÂمْ وَاتَّقÙÂوْه٠يَجْعَلْ Ù„ÙŽÙƒÙÂمْ Ù…ÙÂنْ أَمْرÙÂÙƒÙÂمْ مَخْرَجًا، وَلَذÙÂكْر٠الله٠أَكْبَرÙÂ.
Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Biro Peribadatan & Hukum, Dewan Masjid Indonesia Kab. Mojokerto
Sumber Web : https://islam.nu.or.id/post/read/117978/mukjizat-mi-raj-tidak-berarti-allah-di-atas (Kamis 19 Maret 2020 21:30 WIB)