Hukum Puasa Bulan Sya’ban
6. Hukum Puasa Bulan Sya’ban
15 Hari Menjelang Ramadhan 1442 H
15 Sya’ban 1442 H – 29 Maret 2021
Puasa Sya’ban adalah puasa yang dilakukan pada bulan ke-8 dari penanggalan Hijriyyah. Bulan ini berada di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan yang Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam – sebutkan sebagaimana bulan yang banyak dilalaikan oleh manusia untuk ibadah.
عَنْ Ø£ÙÂسَامَةَ بْن٠زَيْد٠- رَضÙÂÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْهÙÂمَا -ØŒ قَالَ: قَالَ رَسÙÂول٠اللَّه٠- صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ -: «ذَاكَ شَهْرٌ يَغْÙÂÙÂل٠النَّاس٠عَنْه٠بَيْنَ رَجَب٠وَرَمَضَانَ، ÙˆÙŽÙ‡ÙÂÙˆÙŽ شَهْرٌ تÙÂرْÙÂَع٠ÙÂÙÂيه٠الْأَعْمَال٠إÙÂÙ„ÙŽÙ‰ رَبّ٠الْعَالَمÙÂينَ، ÙÂÙŽØ£ÙÂØÂÙÂبّ٠أَنْ ÙŠÙÂرْÙÂَعَ عَمَلÙÂيوَأَنَا صَائÙÂمٌ» (رواه Ø£ØÂمد)
Dari Usamah bin Zaid - radhiyallahu ‘anhu -, ia berkata: Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam –: “Itulah bulan (Sya’ban) yang orang-orang banyak yang lalai antara bulan Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan ditampakkannya amalan-amalan, dan aku suka ketika amalanku diperlihatkan dihadapan Rabbku, sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.†(HR. Ahmad)
Para ulama sepakat bahwa mengkhususkan berpuasa pada bulan Sya’ban hukumnya adalah sunnah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits di atas.
Imam an-Nawawi (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab: (1)
ÙˆÙŽÙ…ÙÂنْ الْمَسْنÙÂون٠صَوْم٠شَعْبَانَ.
Di antara puasa sunnah adalah puasa di bulan Sya’ban.
Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - paling banyak berpuasa Sunnah di bulan Sya’ban di bandingkan bulan-bulan yang lain.
عَنْ عَائÙÂشَةَ - رَضÙÂÙŠÙŽ الله٠عَنْهَا -ØŒ قَالَتْ: لَمْ ÙŠÙŽÙƒÙÂنْ رَسÙÂول٠الله٠- صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ - ÙÂÙÂيالشَّهْر٠مÙÂÙ†ÙŽ السَّنَة٠أَكْثَرَ صÙÂيَامًا Ù…ÙÂنْه٠ÙÂÙÂيشَعْبَانَ. (رواه مسلم)
Dari Aisyah - radhiyallahu ‘anha -, ia berkata: Saya tidak melihat Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - memperbanyak puasa dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya dari pada bulan Sya’ban. (HR Muslim)
عَنْ Ø£ÙÂسَامَةَ بْن٠زَيْد٠- رَضÙÂÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْهÙÂمَا -ØŒ قَالَ: كَانَ رَسÙÂول٠اللَّه٠- صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ - ... وَلَمْ ÙŠÙŽÙƒÙÂنْ يَصÙÂوم٠مÙÂنْ شَهْر٠مÙÂÙ†ÙŽ الشّÙÂÙ‡ÙÂور٠مَا يَصÙÂوم٠مÙÂنْ شَعْبَانَ، ÙÂÙŽÙ‚ÙÂلْتÙÂ: يَا رَسÙÂولَ اللَّهÙÂØŒ وَلَمْ أَرَكَ تَصÙÂوم٠مÙÂنْ شَهْر٠مÙÂÙ†ÙŽ الشّÙÂÙ‡ÙÂور٠مَا تَصÙÂوم٠مÙÂنْ شَعْبَانَ قَالَ: «ذَاكَ شَهْرٌ يَغْÙÂÙÂل٠النَّاس٠عَنْه٠بَيْنَ رَجَب٠وَرَمَضَانَ، ÙˆÙŽÙ‡ÙÂÙˆÙŽ شَهْرٌ تÙÂرْÙÂَع٠ÙÂÙÂيه٠الْأَعْمَال٠إÙÂÙ„ÙŽÙ‰ رَبّ٠الْعَالَمÙÂينَ، ÙÂÙŽØ£ÙÂØÂÙÂبّ٠أَنْ ÙŠÙÂرْÙÂَعَ عَمَلÙÂيوَأَنَا صَائÙÂمٌ» (رواه Ø£ØÂمد)
Dari Usamah bin Zaid - radhiyallahu ‘anhuma -, ia berkata: Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - ... Dan tidaklah beliau banyak berpuasa kecuali di bulan Sya'ban. Aku bertanya: … Kami tidak melihat engkau banyak berpusa kecuali di bulan Sya'ban?. Beliau bersabda: “Itulah bulan yang orang-orang banyak yang lalai antara bulan Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan ditampakkannya amalan-amalan, dan aku suka ketika amalanku diperlihatkan dihadapan Rabbku, sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.†(HR. Ahmad)
Selain itu para ulama juga sepakat bahwa puasa yang dilakukan di bulan Sya’ban, pada dasarnya diniatkan sebagai puasa mutlak. Sebagaimana mereka juga sepakat, jika diniatkan bukan puasa mutlak tetapi puasa yang disunnahkan karena sebab khusus seperti puasa Dawud, puasa senin kamis, puasa qodho’, dan puasa sunnah khusus lainnya, maka boleh saja dilakukan pada hari-hari di bulan Sya’ban, meskipun bertepatan dengan hari syak (hari yang diragukan antara 30 Sya’ban atau 1 Ramadhan).
Imam an-Nawawi (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab:(2)
Ø¥ÙÂذَا صَامَه٠تطوعا ÙÂÙŽØ¥ÙÂنْ كَانَ لَه٠سَبَبٌ بÙÂأَنْ كَانَ عَادَتÙÂه٠صَوْمَ الدَّهْر٠أَوْ صَوْمَ يَوْم٠وَÙÂÙÂطْرَ يَوْم٠أَوْ صَوْمَ يَوْم٠مÙÂعَيَّن٠كَيَوْم٠الÙÂاثْنَيْن٠ÙÂَصَادَÙÂَه٠جَازَ صَوْمÙÂه٠بÙÂلَا Ø®ÙÂلَاÙÂÙÂ.
Jika berpuasa sunnah di paruh kedua bulan Sya’ban, dilakukan karena suatu sebab seperti jika dilakukan karena kebiasaannya melakukan puasa dahr (setiap hari), puasa Dawud, atau puasa hari khusus seperti hari senin, yang berkebetulan berada di paruh kedua bulan Sya’ban, maka puasanya boleh dilakukan.
Para ulama juga sepakat bahwa disunnahkan untuk berpuasa sunnah mutlak pada paruh pertama di bulan Sya’ban, khususnya pada tanggal 15 Sya’ban. Namun, mereka berbeda pendapat jika puasa puasa mutlak dilakukan pada paruh kedua dari bulan Sya’ban hingga menjelang bulan Ramadhan.
Mazhab Pertama: Dilarang berpuasa.
Mazhab Syafi’i dan sebagian al-Hanabilah berpendapat bahwa dilarang berpuasa mutlak pada paruh kedua di bulan Sya’ban yaitu pada tanggal 16 Sya’ban dan seterusnya hingga menjelang Ramadhan.
Imam an-Nawawi (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab: (3)
Ø¥ÙÂذَا صَامَه٠تطوعا ... ÙˆÙŽØ¥ÙÂنْ لَمْ ÙŠÙŽÙƒÙÂنْ لَه٠سَبَبٌ ÙÂَصَوْمÙÂه٠ØÂَرَامٌ ... ÙÂÙŽØ¥ÙÂنْ خَالَÙÂÙŽ وَصَامَ Ø£ÙŽØ«ÙÂÙ…ÙŽ بÙÂذَلÙÂÙƒÙŽ ÙˆÙŽÙÂÙÂيصÙÂØÂَّة٠صَوْمÙÂه٠وَجْهَان٠مَشْهÙÂورَان٠ÙÂÙÂيطَرÙÂيقَة٠خÙÂرَاسَانَ (أَصَØÂÙ‘ÙÂÙ‡ÙÂمَا) بÙÂطْلَانÙÂه٠...
Jika berpuasa sunnah di paruh kedua bulan Sya’ban … tanpa didasarkan kepada sebab khusus, maka puasanya adalah haram … Jika tetap dilakukan, maka ia mendapatkan dosa. Namun apakah puasanya tetap dinilai sah?. Ada 2 pendapat masyhur dari jalur Khurasan, yang mana paling shahih adalah puasanya batal (tidak sah).
Mereka mendasarkan pendapat ini pada hadits berikut:
عَنْ أَبÙÂيهÙÂرَيْرَةَ - رَضÙÂÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْه٠-ØŒ قَالَ: قَالَ رَسÙÂول٠اللَّه٠- صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ -: «إÙÂذَا كَانَ النّÙÂصْÙÂ٠مÙÂنْ شَعْبَانَ ÙÂَلَا صَوْمَ ØÂَتَّى يَجÙÂيءَ رَمَضَانÙ» (رواه ابنماجه وأبو داود)
Dari Abu Hurairah - radhiyallahu ‘anhu -: Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - bersabda: “Jika sudah memasuki pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah berpuasa hingga dating bulan Ramadhan.†(HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Mazhab Kedua: Tidak dilarang.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak dilarang berpuasa mutlak pada hari-hari di bulan Sya’ban, kecuali pada hari syak. Mereka mendasarkan kepada hadits tentang banyaknya Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - berpuasa di bulan Sya’ban.
عَنْ عَائÙÂشَةَ - رَضÙÂÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْهَا -ØŒ قَالَتْ: كَانَ رَسÙÂول٠اللَّه٠- صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ - يَصÙÂوم٠ØÂَتَّى Ù†ÙŽÙ‚ÙÂولَ: لاَ ÙŠÙÂÙÂْطÙÂرÙÂØŒ ÙˆÙŽÙŠÙÂÙÂْطÙÂر٠ØÂَتَّى Ù†ÙŽÙ‚ÙÂولَ: لاَ يَصÙÂومÙÂØŒ ÙÂَمَا رَأَيْت٠رَسÙÂولَ اللَّه٠- صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ - اسْتَكْمَلَ صÙÂيَامَ شَهْر٠إÙÂلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتÙÂه٠أَكْثَرَ صÙÂيَامًا Ù…ÙÂنْه٠ÙÂÙÂيشَعْبَانَ (متÙÂÙ‚ عليه)
Dari Aisyah - radhiyallahu ‘anha - berkata: Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - sedemikian sering melaksanakan shaum hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak pernah berbuka (tidak shaum), namun beliau juga sering tidak shaum sehingga kami mengatakan seolah-olah Beliau tidak pernah shaum. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan dan aku tidak pernah melihat Beliau paling banyak melaksanakan puasa (sunnah) kecuali di bulan Sya'ban". (HR. Bukhari Muslim)
Imam Jamaluddin Ali bin Zakaria al-Anshari al-Khazraji al-Hanafi (w. 686 H) berkata dalam kitabnya, al-Lubab fi al-Jam’i Baina as-Sunnah wa al-Kitab:(4)
(بَاب لَا يكره الصَّوْم بعد النّصْ٠منشعْبَان) ... عَنعبد الله بنأبيقيس، سمع عَائÙÂØ´ÙŽØ© - رَضÙÂيالله عَنْهَا - تَقول: كَانَ Ø£ØÂب الشّÙÂÙ‡ÙÂور Ø¥ÙÂÙ„ÙŽÙ‰ رَسÙÂول الله - صلى الله عَلَيْه٠وَسلم - أَنيَصÙÂومه٠شعْبَان، ثمَّ يصله برمضان. ÙÂÙŽØ¥ÙÂنقيل: هَذَا Ù…ÙŽØÂْمÙÂول على أَنه كَانَ Ù…ÙÂبَاØÂا للنَّبÙÂÙŠ- صلى الله عَلَيْه٠وَسلم - ÙÂعله، وَقَوله عَلَيْه٠السَّلَام: «لَا صَوْم بعد النّصْ٠منشعْبَانØÂَتَّى رَمَضَان»، Ù…ÙŽØÂْمÙÂول على أَنه كَانَ Ù…ÙŽØÂْظÙÂورًا على غَيره. قيل Ù„ÙŽÙ‡ÙÂ: Ø¥ÙÂنَّمَا كَانَ النَّهْيعلى سَبÙÂيل الإشÙÂاق Ù…ÙÂنْه٠على صوام رَمَضَانأَنيضعÙÂوا، وَقَوله عَلَيْه٠السَّلَام: «أØÂب الصّيام Ø¥ÙÂÙ„ÙŽÙ‰ الله تَعَالَى صÙÂيَام دَاوÙÂد، كَانَ ÙŠÙÂْطر يَوْمًا ويصوم يَوْمًا»، ÙÂأباؠالنَّبÙÂÙŠ- صلى الله عَلَيْه٠وَسلم - صَوْم يَوْم ÙˆÙŽÙÂطر يَوْم منسَائÙÂر الدَّهْر، ÙÂَدخل مَا بعد نص٠شعْبَانÙÂÙÂيالْإÙÂبَاØÂÙŽØ©.
(Bab tidak makruhnya berpuasa pada pertengahan kedua bulan Sya’ban) ... Dari Abdullah bin Abi Qois, ia mendengar Aisyah - radhiyallahu ’anha - berkata: “Bulan yang Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - senang berpuasa di dalamnya adalah bulan Sya’ban. Di mana beliau kemudian melanjutkannya dengan Ramadhan.†Namun jika dikatakan, “Bahwa hadits dimaksudkan sebagai kebolehan hanya untuk Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam -, dan sabdnya, “Tidak boleh berpuasa di paruh kedua bulan Sya’ban sampai bertemu dengan Ramadhan,†sebagai dalil larangan berpuasa atas yang lain.†Maka tanggapan ini dijawab bahwa, “:Larangan itu sebagai rasa sayang Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - agar tidak lemah saat berpuasa Ramadhan nantinya. Dan sabda Nabi, “Puasa yang paling dicintai oleh Allah - ta’ala - adalah puasa Dawud, yaitu satu hari berbuka dan satu hari berpuasa,†sebagai dalil bahwa puasa pada paruh kedua dari bulan Sya’ban termasuk dibolehkan.
--------------------
(1) Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 6/386.
(2) Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, hlm. 6/400.
(3) Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, hlm. 6/400.
(4) Ali bin Zakaria al-Anshari al-Khazraji, al-Lubab fi al-Jam’i Baina as-Sunnah wa al-Kitab, (Beirut: Dar al-Qalam, 1994/1414), cet. 2, hlm. 1/407.
Silahkan baca juga artikel kajian ulama tentang puasa berikut :
- Pengertian Puasa dan Puasa Ramadhan
- Sejarah Pensyariatan Puasa
- Keutamaan Ibadah Puasa
- Jenis-jenis Puasa
- Keistimewaan Bulan Ramadhan
- Hukum Puasa Bulan Sya'ban
- Jika Masih Ada Hutang Qodho’ dan Fidyah Ramadhan
- Hukum Puasa Ramadhan
- Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Islam
- Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Berakal
- Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Berumur Baligh
- Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Sehat
- Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Mampu
- Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Muqim Bukan Musafir
- Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Suci Dari Haid atau Nifas
- Syarat Sah Puasa Ramadhan : Beragama Islam
- Syarat Sah Puasa Ramadhan : Berakal
- Syarat Sah Puasa Ramadhan : Suci Dari Haid atau Nifas
- Syarat Sah Ibadah Puasa : Pada Hari Yang Tidak Diharamkan
- Rukun Puasa Ramadhan : Niat
- Rukun Puasa Ramadhan : Imsak
- Imsak Yang Bukan Puasa
- Sunnah Dalam Puasa : Makan Sahur
- Sunnah Dalam Puasa : Berbuka Puasa (Ifthor)
- Sunnah Dalam Puasa Ramadhan : Memperbanyak Ibadah Sunnah Lainnya
- Sunnah Dalam Puasa : Menahan Diri Dari Perbuatan Yang Dapat Merusak Pahala Puasa dan Mandi Janabah Bagi Yang Berhadats Besar
- Pembatal Puasa : Empat Kondisi Seputar Pembatal Puasa
- Pembatal Puasa : Pembatal-pembatal Puasa Secara Global
- Pembatal Puasa : Batalnya Syarat Sah Puasa
- Pembatal Puasa : Makan Minum (Pertama)
- Pembatal Puasa : Makan Minum (2)
- Pembatal Puasa : Jima’
- Pembatal Puasa : Muntah Dengan Sengaja
- Pembatal Puasa : Mengeluarkan Mani Dengan Sengaja
- Pembatal Puasa: Apakah Berbekam & Mengeluarkan Darah Dari Tubuh Membatalkan Ibadah Puasa?
- Ibadah Ramadhan : Shalat Witir di Bulan Ramadhan
- Ibadah Ramadhan : Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan
- Rukhshoh Puasa : Orang-orang Yang Mendapatkan Keringanan Untuk Boleh Tidak Berpuasa Ramadhan Serta Konsekwensinya
- Rukhshoh Puasa Ramadhan : Sakit
- Rukhshoh Puasa Ramadhan : Musafir (1)
- Rukhshoh Puasa Ramadhan : Musafir (2)
Sumber FB Ustadz : Isnan Ansory MA
28 Maret 2021 ·