Dalil Pensyariatan Aqiqah & Hukum Aqiqah
Dalil Pensyariatan Aqiqah & Hukum Aqiqah
Para ulama sepakat bahwa aqiqah adalah tradisi yang telah dilakukan oleh Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam -, sebagaimana bangsa Arab telah melakukannya sebelum diutusnya beliau sebagai Rasul.
Kesepakatan ini didasarkan kepada hadits-hadits berikut:
عَن٠ابْن٠عَبَّاس٠- رَضÙÂÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْه٠-ØŒ «أَنَّ رَسÙÂولَ اللَّه٠- صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ - عَقَّ عَن٠الْØÂَسَنÙÂØŒ وَالْØÂÙÂسَيْن٠كَبْشًا كَبْشًا» (رواه أبو داود)
Dari Ibnu Abbas - radhiyallahu ‘anhu -, bahwa Nabi - shallallahu 'alaihi wasallam - menyembelih aqiqah untuk al-Hasan dan al-Husain satu domba, satu domba. (HR. Abu Dawud)
عَنْ سَلْمَان٠بْن٠عَامÙÂر٠الضَّبّÙÂيّ٠- رَضÙÂÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْه٠-ØŒ قَالَ: سَمÙÂعْت٠رَسÙÂولَ اللَّه٠- صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ -ÙŠÙŽÙ‚ÙÂولÙÂ: «مَعَ الغÙÂلاَم٠عَقÙÂيقَةٌ، ÙÂَأَهْرÙÂيقÙÂوا عَنْه٠دَمًا، ÙˆÙŽØ£ÙŽÙ…ÙÂيطÙÂوا عَنْه٠الأَذَى» (متÙÂÙ‚ عليه)
Dari Salman bin Amir adh-Dhabbi - radhiyallahu ‘anhu -, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - bersabda: “Pada seorang anak ada aqiqah, maka potongkanlah hewan sebagai aqiqah dan buanglah keburukan darinya (cukur rambut bayi).†(HR. Bukhari)
Namun meskipun para ulama sepakat atas keberlakukan tradisi aqiqah ini pada masa Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam -, namun para ulama kemudian berbeda pendapat terkait dengan hukum melakukannya, sebagian mensunnahkannya dan sebagian yang lain mewajibkannya.
Mazhab Pertama: Sunnah.
Mayoritas ulama termasuk pendapat resmi 4 mazhab berpendapat bahwa hukum menunaikan aqiqah adalah sunnah dan tidak wajib. Bahkan termasuk para ulama yang hanya sebatas memubahkannya sebagai bentuk pelestarian tradisi aqiqah yang telah ada sebelum Islam, mereka juga sepakat dengan kebanyakan ulama yang mensunnahkan aqiqah, jika diniatkan sebagai bentuk syukur atas karunia lahirnya anak.
Imam Ibnu Abdin al-Hanafi (w. 1252 H) berkata dalam kitabnya, Radd al-Muhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar:
قَدْ ذَكَرَ ÙÂÙÂيغÙÂرَر٠الْأَÙÂْكَار٠أَنَّ الْعَقÙÂيقَةَ Ù…ÙÂبَاØÂَةٌ عَلَى مَا ÙÂÙÂيجَامÙÂع٠الْمَØÂْبÙÂوبÙÂيّ٠أَوْ تَطَوّÙÂعٌ عَلَى مَا ÙÂÙÂيشَرْØÂ٠الطَّØÂَاوÙÂيّ٠اهـ وَمَا مَرَّ ÙŠÙÂؤَيّÙÂد٠أَنَّهَا تَطَوّÙÂعٌ. عَلَى أَنَّه٠وَإÙÂنْ Ù‚ÙÂلْنَا إنَّهَا Ù…ÙÂبَاØÂَةٌ Ù„ÙŽÙƒÙÂنْ بÙÂقَصْد٠الشّÙÂكْر٠تَصÙÂير٠قÙÂرْبَةً، ÙÂÙŽØ¥ÙÂنَّ النّÙÂيَّةَ تÙÂصَيّÙÂر٠الْعَادَات٠عÙÂبَادَات٠وَالْمÙÂبَاØÂَات٠طَاعَاتÙÂ.
Telah disebutkan dalam kitab Gharar al-Afkar bahwa aqiqah dihukumi mubah sebagaimana disebutkan dalam Jami’ al-Mahbubi atau dihukumi sunnah sebagaimana disebutkan dalam Syarah ath-Thahawi. Namun apa yang telah disebutkan lebih menguatkan bahwa hukumnya sunnah. Akan tetapi, meskipun kita mengatakan bahwa hukumnya mubah, namun bisa menjadi ibadah (sunnah) jika diniatkan sebagai bentuk syukur nikmat. Sebab niat bisa merubah suatu tradisi bernilai ibadah dan suatu perkara mubah bernilai ketaatan.
Imam Ibnu Juzai al-Kalbi al-Maliki (w. 741 H) berkata dalam kitabnya, al-Qawanin al-Fiqhiyyah:
الْبَاب الرَّابÙÂع ÙÂÙÂيالْعَقÙÂيقَة ... (الْمَسْأَلَة الأولى) ÙÂÙÂÙŠØÂكمها ÙˆÙŽÙ‡ÙÂيسنة.
Bab keempat tentang aqiqah. Masalah pertama: hukumnya adalah sunnah.
Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali (w. 620 H) berkata dalam kitabnya, al-Mughni Syarah Mukhtashar al-Khiraqi:
الْعَقÙÂيقَة٠سÙÂنَّةٌ ÙÂÙÂيقَوْل٠عَامَّة٠أَهْل٠الْعÙÂلْمÙÂ.
Hukum aqiqah adalah sunnah menurut pendapat kebanyakan ulama.
Imam an-Nawawi asy-Syafi’i (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab:
أَنَّ مَذْهَبَنَا أَنَّ الْعَقÙÂيقَةَ Ù…ÙÂسْتَØÂَبَّةٌ وَبÙÂه٠قَالَ مَالÙÂÙƒÙŒ وَأَبÙÂÙˆ ثَوْر٠وَجÙÂمْهÙÂور٠الْعÙÂلَمَاءÙÂ.
Mazhab kami berpendapat bahwa aqiqah adalah sunnah. Dan ini juga merupakan pendapat Malik, Abu Tsaur serta jumhur ulama.
Mazhab Kedua: Wajib.
Mazhab Zhahiri dan sejumlah ulama lainnya seperti Buraidah bin al-Hushoib, al-Hasan al-Bashri, Abu az-Zinad, Dawud adz-Dzahiri dan satu riwayat dari Imam Ahmad, berpendapat bahwa hukum menunaikan aqiqah adalah wajib atas yang mampu melakukannya.
Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri (w. 456 H) berkata dalam kitabnya, al-Muhalla fi Syarh al-Mujalla bi al-Hujaj wa al-Atsar:
الْعَقÙÂيقَة٠ÙÂَرْضٌ وَاجÙÂبٌ ÙŠÙÂجْبَر٠الْإÙÂنْسَان٠عَلَيْهَا إذَا ÙÂَضَلَ لَه٠عَنْ Ù‚ÙÂوتÙÂه٠مÙÂقْدَارÙÂهَا.
Hukum aqiqah adalah fardhu dan wajib yang mesti dipaksakan kepada setiap orang yang memiliki kelebihan harta dari kebutuhan mendasarnya.