Kirim Pahala al-Quran untuk Mayit
Kirim Pahala al-Quran untuk Mayit
Sebagian besar jamaah di Indonesia membaca al-Quran meniatkan pahalanya dihadiahkan kepada anggota keluarga: baik saudara, kerabat, atau sanak famili yang telah meninggal dunia. Hal ini biasanya dalam acara yasin dan tahlil serta saat berziarah. Dalam pelaksanaannya, para jamaah dipimpin oleh seseorang untuk membaca al-FÄÂtiḥah yang dikhususkan untuk mayit, kemudian dilanjutkan dengan bacaan yang hendak dihadiahkan berupa al-Quran, zikir, salawat, dsb.
Menurut Salafi-Wahabi
1. Mengirim Bacaan al-Quran kepada Mayit Bidah
Menurut Salafi, membaca al-Quran dengan berniat pahalanya untuk orang yang sudah meninggal adalah bidah serta pahalanya tidak sampai. Syekh Ê»Abdul Ê»AzÄ«z bin BÄÂz berfatwa:
Ø¥ÙÂهْدَاء٠الْقÙÂرْآن٠سÙÂرًّا أَوْ جَهْرًا لَا دَلÙÂيلَ عَلَيْه٠، وَالْعÙÂبَادَات٠تَوْقÙÂÙŠÙÂÙÂيَّةٌ ÙÂَالدَّلÙÂيل٠عَلَى مَنْ أَجَازَ ÙˆÙŽØ¥ÙÂلَّا ÙÂَالْأَصْل٠الْمَنْع٠، ÙŠÙŽÙ‚ÙÂول٠ﷺ : مَنْ عَمÙÂÙ„ÙŽ عَمَلًاً لَيْسَ عَلَيْه٠أَمْرÙÂنَا ÙÂÙŽÙ‡ÙÂÙˆÙŽ رَدٌّ، يَعْنÙÂيمَرْدÙÂودٌ. ÙˆÙŽÙŠÙŽÙ‚ÙÂول٠عَلَيْه٠الصَّلَاة٠وَالسَّلَام٠: مَنْ Ø£ÙŽØÂْدَثَ ÙÂÙÂيأَمْرÙÂنَا هَذَا مَا لَيْسَ Ù…ÙÂنْه٠ÙÂÙŽÙ‡ÙÂÙˆÙŽ رَدٌّ. ÙÂَلَمْ ÙŠÙÂØÂÙ’ÙÂَظْ عَنْه٠ﷺ وَلَا عَنْ الصَّØÂَابَة٠أَنَّهÙÂمْ كَانÙÂوا يَهْدÙÂونَ الْقÙÂرْآنَ Ø¥ÙÂÙ„ÙŽÙ‰ Ø£ÙŽØÂَدÙÂØŒ كَانÙÂوا يَقْرَؤÙÂونَه٠يÙÂرÙÂيدÙÂونَ الْقÙÂرَاءَةَ.
Menghadiahkan pahala bacaan al-Quran baik dengan cara lirih atau dengan mengeraskan suara tidak ada dalilnya. Sedangkan ibadah adalah tauqÄ«fiyaḥ (ketetapan syariat), maka harus ada dalilnya bagi yang membolehkan. Jika tidak ada dalilnya, maka hukum asalnya adalah tidak boleh dilakukan. Nabi Muḥammad bersabda, “Barang siapa mengerjakan sebuah amalan yang bukan urusan kami maka tertolakâ€Â. Juga tidak ditemukan dari RasÅ«lullÄÂh dan sahabat bahwa mereka menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada seseorang. Mereka membaca al-Quran hanya bertujuan membacanya.
Pernyataan Syekh Bin BÄÂz di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit tidak ada dalilnya;
2. Hal semacam ini adalah ibadah dan penetapannya hanya melalui tauqīfi;
3. Membaca al-Quran untuk mayit adalah bidah karena tidak pernah dilakukan oleh RasÅ«lullÄÂh dan para sahabatnya.
Tanggapan
Menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit adalah permasalahan khilafiah antara para ulama. Sebagian ada yang menganjurkan, sebagian lain ada yang tidak mengamalkan, keduanya sama-sama memiliki landasan dalil. khilafiah tersebut tidak terletak pada bidah atau tidaknya, tapi sampai atau tidaknya pahala yang dihadiahkan untuk orang yang meninggal. Dalam menyikapi permasalahan khilafiah ini, para salaf memilih berlapang dada membiarkan orang lain yang beda pendapat untuk mengamalkan amaliah sesuai dalil yang menjadi pegangannya. Selama tidak keluar dari ijmak, suatu amaliah khilafiah tidak boleh diingkari. Prinsip inilah yang tidak kita temukan di kalangan Salafi-Wahabi yang selama ini mengaku mengikuti para salaf.
Pendapat Syekh Ê»Abdul Ê»AzÄ«z bin BÄÂz di atas terlihat sangat kaku dalam menyikapi khilafiah, beliau cenderung mengingkari dan mengharamkan. Di sini, yang beliau bahas bukan masalah sampai atau tidaknya, melainkan hukum melakukannya, tentu ini keluar dari ranah khilafiah yang dibahas para ulama. Namun ulama yang mengatakan sampai, memang menganjurkan, sedangkan ulama yang mengatakan tidak sampai, tidak menganjurkan, namun tidak pasti membidahkan (mengharamkan).
Untuk lebih lanjut, berikut tanggapan atas pernyataan Syekh Bin BÄÂz:
Pertama, pernyataan bahwa anjuran menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit tidak ada dalilnya, mengandung dua kemungkinan. Adakalanya tidak ada satupun dalilnya dalam syariat. Adakalanya ada dalilnya, namun lemah sehingga tidak dapat dijadikan hujah. Keduanya sama-sama tidak tepat. Berikut kami ulas dalil-dalil anjuran menghadiahkan bacaan al-Quran untuk orang yang meninggal:
Dalil pertama
أَخْبَرَنَا عَلÙÂÙŠÙÂÙ‘ بْن٠ØÂÙÂجْرÙÂØŒ قَالَ: ØÂَدَّثَنَا Ø¥ÙÂسْمَاعÙÂيلÙÂØŒ قَالَ: ØÂَدَّثَنَا الْعَلَاءÙÂØŒ عَنْ أَبÙÂيهÙÂØŒ عَنْ أَبÙÂيهÙÂرَيْرَةَ، Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ رَسÙÂولَ اللَّه٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ، قَالَ: †إÙÂذَا مَاتَ الْإÙÂنْسَان٠انْقَطَعَ عَمَلÙÂه٠إÙÂلَّا Ù…ÙÂنْ ثَلَاثَةÙÂ: Ù…ÙÂنْ صَدَقَة٠جَارÙÂÙŠÙŽØ©ÙÂØŒ وَعÙÂلْم٠يÙÂنْتَÙÂَع٠بÙÂÙ‡ÙÂØŒ وَوَلَد٠صَالÙÂØÂ٠يَدْعÙÂÙˆ Ù„ÙŽÙ‡ÙÂ.
Dari ʼ AbÄ« Hurairaḥ , RasÅ«lullÄÂh bersabda: “Apabila manusia mati maka amalnya terputus kecuali tiga perkara: Pertama, sedekah jariyah; kedua, ilmu yang bermanfaat; ketiga, doa anak saleh untuk orangtuanya.†(HR. Muslim:1631)
Hadis ini menjadi akar perdebatan para ulama dalam hal sampai atau tidaknya bacaan al-Quran. Sebagian para ulama yang berpendapat sampai, berpandangan bahwa hadis ini menjadi dalil bahwa semua ibadah dapat dihadiahkan untuk mayit, baik sedekah, á¹£alat, puasa, ataupun bacaan al-Quran. Dalam hal ini, ulama mengqiyaskan bacaan al-Quran dengan sedekah dan doa. Dalam hal ini, al-ḤÄÂfiẓ as-SuyÅ«á¹ÂÄ« berkata:
وَاسْتَدَلÙÂّوا عَلَى الْوÙÂصÙÂول٠بÙÂالْقÙÂيَاس٠عَلَى مَا تَقَدَّمَ Ù…ÙÂنْ الدÙÂّعَاء٠وَالصَّدَقَة٠وَالصَّوْم٠وَالْØÂَجÙÂÙ‘ وَالْعÙÂتْق٠ÙÂÙŽØ¥ÙÂنَّه٠لَا ÙÂَرْقَ ÙÂÙÂينَقْل٠الثَّوَاب٠بَيْنَ أَنْ ÙŠÙŽÙƒÙÂونَ عَنْ ØÂَجÙÂÙ‘ أَوْ صَدَقَة٠أَوْ وَقْÙÂ٠أَوْ دÙÂعَاء٠أَوْ Ù‚ÙÂرَاءَة٠وَبÙÂالْأَØÂَادÙÂيث٠الْآتÙÂيذÙÂكْرÙÂهَا.
Ulama mengambil dalil sampainya pahala kepada mayit dengan qiyas atas doa, sedekah, puasa, haji, dan memerdekakan budak, karena tidak ada perbedaan di dalam sampainya pahala haji, sedekah, wakaf, doa, dan bacaan al-Quran. Dan berdasarkan hadis-hadis yang akan disebutkan.
al-ḤÄÂfiẓ al-Qurá¹ÂubÄ« berpendapat bahwa hadis di atas menjadi dasar melakukan berbagai ibadah dan menghadiahkannya kepada mayit. al-ḤÄÂfiẓ al-Qurá¹ÂubÄ« mengatakan:
أَصْل٠هَذَا الْبَاب٠الصَّدَقَة٠الَّتÙÂيلَا اخْتÙÂلَاÙÂÙŽ ÙÂÙÂيهَا ÙÂَكَمَا يَصÙÂل٠لÙÂلْمَيÙÂّت٠ثَوَابÙÂهَا، ÙÂَكَذَلÙÂÙƒÙŽ تَصÙÂل٠قÙÂرَاءَة٠الْقÙÂرْءَان٠وَالدÙÂّعَاء٠وَالÙÂاسْتÙÂغْÙÂَار٠إÙÂذْ ÙƒÙÂÙ„ÙÂÙ‘ ذَلÙÂÙƒÙŽ صَدَقَةٌ ÙÂÙŽØ¥ÙÂنّ الصَّدَقَةَ لَا تَخْتَصÙÂÙ‘ بÙÂالْمَالÙÂ.
Dasar dalam bab ini adalah sedekah yang tidak ada perselisihan di dalamnya, sebagaimana pahala sedekah sampai pada mayit maka demikian pula bacaan al-Quran, doa, dan istigfar, karena semua itu adalah sedekah, sebab sedekah tidak tertentu dengan harta.
Kemudian al-ḤÄÂfiẓ al-Qurá¹ÂubÄ« berdalil dengan dua hadis berikut:
عَنْ أَبÙÂيذَرÙÂÙ‘ØŒ عَن٠النَّبÙÂÙŠÙÂÙ‘ صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ، أَنَّه٠قَالَ: ÙŠÙÂصْبÙÂØÂ٠عَلَى ÙƒÙÂÙ„ÙÂÙ‘ سÙÂلَامَى Ù…ÙÂنْ Ø£ÙŽØÂَدÙÂÙƒÙÂمْ صَدَقَةٌ، ÙÂÙŽÙƒÙÂÙ„ÙÂÙ‘ تَسْبÙÂÙŠØÂَة٠صَدَقَةٌ، ÙˆÙŽÙƒÙÂÙ„ÙÂÙ‘ تَØÂْمÙÂيدَة٠صَدَقَةٌ، ÙˆÙŽÙƒÙÂÙ„ÙÂÙ‘ تَهْلÙÂيلَة٠صَدَقَةٌ، ÙˆÙŽÙƒÙÂÙ„ÙÂÙ‘ تَكْبÙÂيرَة٠صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بÙÂالْمَعْرÙÂÙˆÙÂ٠صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَن٠الْمÙÂنْكَر٠صَدَقَةٌ، ÙˆÙŽÙŠÙÂجْزÙÂئ٠مÙÂنْ ذَلÙÂÙƒÙŽ رَكْعَتَان٠يَرْكَعÙÂÙ‡ÙÂمَا Ù…ÙÂÙ†ÙŽ الضÙÂÙ‘ØÂÙŽÙ‰.
Dari AbÅ« Å»arr dari Nabi Muḥammad , bahwa beliau bersabda: “Setiap pagi dari persendian masing-masing kalian ada sedekahnya, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma’ruf nahi mungkar adalah sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan dua rakaat á¸Âuha.†(HR. Muslim: 1181)
Mengomentari hadis di atas, al-ḤÄÂfiẓ al-Qurá¹ÂubÄ« berkata:
ÙˆÙŽÙ„ÙÂهَذَا اسْتَØÂَبَّ الْعÙÂلَمَاء٠زÙÂيَارَةَ الْقÙÂبÙÂور٠ÙÂÙŽØ£ÙŽÙÂَادَ Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ الْقÙÂرَاءَةَ يَشْمَلÙÂهَا Ù„ÙŽÙÂْظ٠الصَّدَقَة٠ÙÂÙÂيعÙÂرْÙÂ٠الشَّرْعÙÂ.
Oleh karena ini, para ulama menganjurkan ziarah kubur. Hadis tersebut memberi faedah bahwa bacaan (al-Quran) termasuk sedekah dalam istilah syariat.
Dalil Kedua
ØÂَدَّثَنÙÂيعَبْد٠الرَّØÂْمَن٠بْن٠الْعَلَاء٠بْن٠اللَّجْلَاجÙÂØŒ عَنْ أَبÙÂيهÙÂØŒ قَالَ: قَالَ Ù„ÙÂيأَبÙÂÙŠ: †يَا بÙÂÙ†ÙŽÙŠÙŽÙ‘ Ø¥ÙÂذَا أَنَا Ù…ÙÂتÙÂÙ‘ ÙÂَأَلْØÂÙÂدْنÙÂÙŠØŒ ÙÂÙŽØ¥ÙÂذَا وَضَعْتَنÙÂÙŠÙÂÙÂيلَØÂْدÙÂÙŠÙÂÙŽÙ‚ÙÂلْ: بÙÂسْم٠الله٠وَعَلَى Ù…ÙÂلَّة٠رَسÙÂول٠اللهÙÂØŒ Ø«ÙÂÙ…ÙŽÙ‘ سÙÂÙ†ÙŽÙ‘ عَلَيَّ الثَّرَى سÙÂنًّا، Ø«ÙÂÙ…ÙŽÙ‘ اقْرَأْ عÙÂنْدَ رَأْسÙÂيبÙÂÙÂَاتÙÂØÂَة٠الْبَقَرَة٠وَخَاتÙÂمَتÙÂهَا، ÙÂÙŽØ¥ÙÂÙ†ÙÂّيسَمÙÂعْت٠رَسÙÂولَ الله٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙŠÙŽÙ‚ÙÂول٠ذَلÙÂÙƒÙŽ.
Menceritakan kepada kami, ‘Abdurraḥman bin ‘AlÄÂ’ bin al-LajlÄÂj, dari ayahnya, ia berkata: Ayah berkata kepadaku, “Wahai anakku, jika aku mati kuburlah aku. Ketika engkau meletakkanku di liang lahad, bacalah, “BismillÄÂh wa ‘ala Millati RasÅ«lillÄÂhâ€Â, kemudian tutupilah aku dengan tanah, lalu bacakan di kepalaku awal dan akhir suraḥ al-Baqaraḥ, karena aku pernah mendengar RasÅ«lullÄÂh bersabda demikian.†(HR. at-ṬabrÄÂnÄ«: 491)
Hadis ini menunjukkan bahwa RasÅ«lullÄÂh menganjurkan membaca awal dan akhir surah al-Baqaraḥ ketika mayit sudah dikebumikan. Sebagian kalangan menolak hadis ini karena status hadisnya mursal. Padahal mengambil dalil berdasarkan hadis mursal masih diporbolehkan oleh banyak ulama salaf. al-ḤÄÂfiẓ ‘Ibnu Kaṡīr berkata:
قَالَ: وَالÙÂاØÂْتÙÂجَاج٠بÙÂه٠مَذْهَب٠مَالÙÂك٠وَأَبÙÂÙŠØÂÙŽÙ†ÙÂÙŠÙÂَةَ وَأَصْØÂَابÙÂÙ‡ÙÂمَا ÙÂÙÂيطَائÙÂÙÂÙŽØ©ÙÂ. Ù‚ÙÂلْتÙÂ: ÙˆÙŽÙ‡ÙÂÙˆÙŽ Ù…ÙÂØÂَكًى عَنْ الْإÙÂمَام٠أَØÂْمَدَ بْن٠ØÂَنْبَلÙÂØŒ ÙÂÙÂيرÙÂوَايَةÙÂ.
‘Ibnu á¹¢alah berkata: “Mażhab MÄÂlik, ‘AbÅ« ḤanÄ«fah dan para murid mereka menjadikan hadis mursal sebagai ḥujjah.†Aku berkata: “Pendapat yang sama juga diriwayatkan dari ImÄÂm ’Aḥmad dalam satu riwayatâ€Â.
Namun, Syekh ‘AbdullÄÂh bin á¹¢idiq al-GumarÄ« menolak pernyataan bahwa sanad hadis ini mursal, beliau mengatakan:
وَقَوْلÙÂÙ‡ÙÂمْ Ù…ÙÂرْسَلٌ مَرْدÙÂودٌ لَانَ الْØÂَدÙÂيث٠مÙÂتَّصÙÂÙ„ÙŒ وَهَذَا سَنَدÙÂÙ‡ÙÂ: ØÂَدَّثَنÙÂيالْØÂÙÂسَيْن٠بْن٠إÙÂسْØÂَاقَ التÙÂّسْتَرÙÂÙŠÙÂÙ‘ ثَنَا عَلÙÂÙŠÙÂÙ‘ بْن٠ØÂÙÂجْر٠ثَنَا Ù…ÙÂبَشÙÂّر٠بْن٠إÙÂسْمَاعÙÂيلَ ØÂَدَّثَنÙÂيعَبْد٠الرَّØÂْمَن٠بْن٠الْعَلَاء٠اللَّجْلَاج٠عَنْ أَبÙÂيه٠قَالَ أَبÙÂياللَّجْلَاج٠أَبÙÂÙˆ خَالÙÂد٠(يَا بÙÂÙ†ÙŽÙŠÙŽÙ‘ Ø¥ÙÂذَا أَنَا Ù…ÙÂتÙÂÙ‘ ÙÂَأَلْØÂÙÂدْنÙÂÙŠ(…
Pendapat hadis ini mursal tertolak, karena hadis ini muttaá¹£il. Demikian sanadnya: Menceritakan kepadaku, Ḥusain bin IsḥÄÂq at-TustarÄ«, menceritakan kepada kami, ‘AlÄ« bin Ḥajar, menceritakan kepada kami, Mubassyir bin IsmÄ‘īl, menceritakan kepada kami, ‘Abdurraḥman bin ‘AlÄÂ’ bin al-LajlÄÂj, dari ayahnya, ayah LajlÄÂj ‘AbÅ« KhÄÂlid berkata (Wahai anakku, jika aku mati kuburlah aku…)
Dalil Ketiga
Hadis serupa juga diriwayatkan dari ‘Ibnu ‘Umar aá¹Â-ṬabrÄÂnÄ« meriwayatkan:
ØÂَدَّثَنَا أَبÙÂÙˆ Ø´ÙÂعَيْب٠الْØÂَرَّانÙÂÙŠÙÂÙ‘ØŒ ثنا ÙŠÙŽØÂْيَى بْن٠عَبْد٠الله٠الْبَابÙÂÙ„ÙÂتÙÂّيÙÂÙ‘ØŒ ثنا Ø£ÙŽÙŠÙÂّوب٠بْن٠نَهÙÂيكÙÂØŒ قَالَ: سَمÙÂعْت٠عَطَاءَ بْنَ أَبÙÂيرَبَاØÂÙÂØŒ ÙŠÙŽÙ‚ÙÂولÙÂ: سَمÙÂعْت٠ابْنَ عÙÂمَرَ، ÙŠÙŽÙ‚ÙÂولÙÂ: سَمÙÂعْت٠النَّبÙÂÙŠÙŽÙ‘ صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙŠÙŽÙ‚ÙÂولÙÂ: «إÙÂذَا مَاتَ Ø£ÙŽØÂَدÙÂÙƒÙÂمْ ÙÂَلَا تَØÂْبÙÂسÙÂوهÙÂØŒ وَأَسْرÙÂعÙÂوا بÙÂه٠إÙÂÙ„ÙŽÙ‰ قَبْرÙÂÙ‡ÙÂØŒ وَلْيÙÂقْرَأْ عÙÂنْدَ رَأْسÙÂه٠بÙÂÙÂَاتÙÂØÂَة٠الْكÙÂتَابÙÂØŒ وَعÙÂنْدَ رÙÂجْلَيْه٠بÙÂخَاتÙÂمَة٠الْبَقَرَة٠ÙÂÙÂيقَبْرÙÂÙ‡ÙÂ.
Menceritakan kepada kami ‘AbÅ« Syu’aib bin al-ḤarranÄ«, menceritakan kepada kami Yaḥya bin ‘AbdullÄÂh al-BÄÂbiluttÄ«, menceritakan kepada kami, ’AyyÅ«b bin NahÄ«k, berkata: Aku mendengar ‘Aá¹Âa’ bin ’ AbÄ« Rabah, berkata, Aku mendengar, Ibnu ‘Umar berkata, Aku mendengar Nabi bersabda: “Ketika salah satu dari kalian mati maka jangan menahan dan segera bawa ke kuburan, dan bacakalah di kepalanya awal al-Quran dan di kedua kakinya akhir surah al-Baqarah di kuburannyaâ€Â. (HR. at-ṬabrÄÂnÄ«: 13613)
Kendati terdapat perawi yang lemah, hadis ini dapat diperkuat oleh hadis Ṣaḥīḥ sebelumnya, sebagaimana kaidah dasar ’i‘tibar dalam ilmu hadis.
Banyak para ulama yang menjadikan wasiat para salaf sebagai hukum boleh dan sampainya pahala membaca al-Quran untuk mayit. Bahkan ImÄÂm Aḥmad bin Ḥanbalâ€â€yang awalnya membidahkan menghadiahkan bacaan al-Quranâ€â€mencAbÅ«t pendapatnya setelah mengetahui ada riwayat di atas. al-KhallÄÂl meriwayatkan:
وَأَخْبَرَنÙÂيالْØÂَسَن٠بْن٠أَØÂْمَدَ الْوَارÙÂÙ‚ÙÂØŒ قَالَ: ØÂَدَّثَنÙÂيعَلÙÂÙŠÙÂÙ‘ بْن٠مÙÂوسَى الْØÂَدَّادÙÂØŒ وَكَانَ صَدÙÂوقًا، وَكَانَ ابْن٠ØÂَمَّاد٠الْمÙÂقْرÙÂيء٠يÙÂرْشÙÂد٠إÙÂلَيْهÙÂØŒ ÙÂَأَخْبَرَنÙÂيقَالَ: ÙƒÙÂنْت٠مَعَ Ø£ÙŽØÂْمَدَ بْن٠ØÂَنْبَلÙÂØŒ ÙˆÙŽÙ…ÙÂØÂَمَّد٠بْن٠قÙÂدَامَةَ الْجَوْهَرÙÂÙŠÙÂÙ‘ ÙÂÙÂيجÙÂنَازَةÙÂØŒ ÙÂَلَمَّا دÙÂÙÂÙÂÙ†ÙŽ الْمَيÙÂّت٠جَلَسَ رَجÙÂÙ„ÙŒ ضَرÙÂيرٌ يَقْرَأ٠عÙÂنْدَ الْقَبْرÙÂØŒ ÙÂَقَالَ لَه٠أَØÂْمَدÙÂ: يَا هَذَا Ø¥ÙÂÙ†ÙŽÙ‘ الْقÙÂرَاءَةَ عÙÂنْدَ الْقَبْر٠بÙÂدْعَةٌ، ÙÂَلَمَّا خَرَجْنَا Ù…ÙÂنْ الْمَقَابÙÂر٠قَالَ Ù…ÙÂØÂَمَّد٠بْن٠قÙÂدَامَةَ Ù„ÙÂØ£ÙŽØÂْمَدَ بْن٠ØÂَنْبَلÙÂ: يَا أَبَا عَبْد٠اللَّهÙÂØŒ مَا تَقÙÂول٠ÙÂÙÂيمÙÂبَشÙÂّر٠الْØÂَلَبÙÂÙŠÙÂّ؟ قَالَ: Ø«ÙÂقَةٌ، قَالَ: كَتَبْت٠عَنْه٠شَيْئًا؟ Ù‚ÙÂلْتÙÂ: نَعَمْ، قَالَ: ÙÂَأَخْبَرَنÙÂيمÙÂبَشÙÂّرٌ، عَنْ عَبْد٠الرَّØÂْمَن٠بْن٠الْعَلَاء٠بْن٠اللَّجْلَاجÙÂØŒ عَنْ أَبÙÂيه٠أَنَّه٠†أَوْصَى Ø¥ÙÂذَا دÙÂÙÂÙÂÙ†ÙŽ أَنْ يَقْرَأَ عÙÂنْدَ رَأْسÙÂه٠بÙÂÙÂَاتÙÂØÂَة٠الْبَقَرَةÙÂØŒ وَخَاتَمَتÙÂهَا، وَقَالَ: سَمÙÂعْت٠ابْنَ عÙÂمَرَ ÙŠÙÂوصÙÂيبÙÂذَلÙÂÙƒÙŽØŒ ÙÂَقَالَ Ø£ÙŽØÂْمَدÙÂ: ارْجÙÂعْ ÙÂÙŽÙ‚ÙÂلْ Ù„ÙÂلرَّجÙÂل٠يَقْرَأÙÂ.
Ḥasan bin Aḥmad al-WÄÂriq berkata, menceritakan kepadaku ‘AlÄ« bin MÅ«sa al-ḤaddÄÂdâ€â€ia perawi yang jujur, ‘Ibnu ḤammÄÂd al-Muqri’ memberinya petunjukâ€â€ia menceritakan kepadaku, berkata: “Aku bersama Aḥmad bin Ḥanbal dan Muḥammad bin QudÄÂmah al-JauharÄ« di prosesi jenazah. Ketika mayit dipendam, seorang lelaki buta membaca al-Quran di kuburan. Lalu Aḥmad mengatakan “Wahai lelaki, membaca (Quran) di kuburan itu bidah!â€Â. Ketika kami keluar dari kuburan, Muḥammad bin QudÄÂmah berkata kepada Aḥmad bin Ḥanbal: “Wahai ‘AbÅ« ‘AbdillÄÂh, bagaimana pendapatmu tentang Mubassyir al-Ḥal AbÄ« ?â€Â. Ia menjawab “Ia perawi ṡiqahâ€Â. Muḥammad bertanya: “Apakah engkau pernah menulis hadis darinya?â€Â. Ia menjawab “Iyaâ€Â. Muḥammad berkata: “Mubassyir mengabarkan kepadaku dari ‘Abdirrahman bin ‘AlÄÂ’ bin al-LajlÄÂj dari ayahnya, ia berwasiat ketika dikuburkan untuk dibacakan di kepalanya permulaan dan akhir al-Baqarah, ia berkata: “Aku mendengarkan ‘Ibnu ‘Umar mewasiatkan ituâ€Â. Lalu Aḥmad berkata: “Kembalilah dan katakan padanya (lelaki buta) agar membaca (al-Quran).â€Â
Dari cerita di atas, dapat disimpulkan bahwa ImÄÂm ’Aḥmad berpendapat bahwa riwayat wasiat ’Ibnu ‘Umar dapat dijadikan ḥujjah bolehnya membaca al-Quran untuk mayit. Cerita tersebut juga memperlihatkan betapa iná¹£af-nya ImÄÂm Aḥmad bin Ḥanbal, beliau langsung mencAbÅ«t pendapatnya yang melarang menghadiahkan bacaan al-Quran untuk mayit setelah mendengar riwayat wasiat gurunya, Mubassyir al-Ḥal AbÄ« dan wasiat sahabat ‘Ibnu ‘Umar. Suatu sikap yang tidak kita temukan dari para ulama Salafi-Saudi yang mengaku mengikuti ImÄÂm Aḥmad.
‘Ibnu Qayyimâ€â€murid Syekh ‘Ibnu Taimiyah dan pengikut setia Mażhab ḤanbalÄ«â€â€juga menjadikan riwayat wasiat ‘Ibnu ‘Umar di atas sebagai dalil bolehnya menghadiahkan bacaan al-Quran. Syekh ‘Ibnu Qayyim berkata:
وَقَدْ ذÙÂÙƒÙÂرَ عَنْ جَمَاعَة٠مÙÂÙ†ÙŽ السَّلَÙÂ٠أَنَّهÙÂمْ أَوْصَوا أَنْ يَقْرَأَ عÙÂنْدَ Ù‚ÙÂبÙÂورÙÂÙ‡ÙÂمْ وَقْتَ الدَّÙÂْن٠قَالَ عَبْدَالÙÂØÂÙŽÙ‚ÙÂÙ‘: ÙŠÙÂرْوَى Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ عَبْدَاللَّه٠ابْنَ عÙÂمَرَ أَمَرَ أَنْ يَقْرَأَ عÙÂنْدَ قَبْرÙÂه٠سÙÂورَةَ الْبَقَرَةÙÂ.
Telah disebutkan bahwa segolongan dari salaf berwasiat untuk dibacakan al-Quran di kuburan mereka ketika dipendam. Syekh ‘Abdul Ḥaq berkata: “Diriwayatkan bahwa ‘AbdullÄÂh bin ‘Umar memerintahkan untuk dibacakan surah al-Baqarah di kuburannyaâ€Â.
Dalil Keempat
ØÂَدَّثَنَا Ù…ÙÂØÂَمَّد٠بْن٠الْعَلَاء٠وَمÙÂØÂَمَّد٠بْن٠مَكÙÂّيÙÂÙ‘ الْمَرْوَزÙÂÙŠÙÂÙ‘ الْمَعْنَى قَالَا ØÂَدَّثَنَا ابْن٠الْمÙÂبَارَك٠عَنْ سÙÂلَيْمَانَ التَّيْمÙÂÙŠÙÂÙ‘ عَنْ أَبÙÂيعÙÂثْمَانَ وَلَيْسَ بÙÂالنَّهْدÙÂÙŠÙÂÙ‘ عَنْ أَبÙÂيه٠عَنْ مَعْقÙÂل٠بْن٠يَسَار٠قَالَ قَالَ النَّبÙÂÙŠÙÂÙ‘ صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ اقْرَءÙÂوا يس عَلَى مَوْتَاكÙÂمْ .
Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin al-‘AlÄÂ` dan Muḥammad bin MakkÄ« al-MarwazÄ«, secara makna, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami ‘Ibnu al-MubÄÂrak dari SulaimÄÂn aá¹Â–ṬaimÄ« dari ‘AbÅ« UṡmÄÂn bukan an-NahdÄ«, dari ayahnya, dari Ma’qil bin YasÄÂr, ia berkata: Nabi bersabda: “Bacakanlah surah Yasin kepada orang yang akan meninggal di antara kalian.†(HR. ‘AbÅ« Dawud: 2714)
Dalam musnadnya tersebut, ‘Abū Dawud tidak memberikan komentar. Ini berarti menunjukkan bahwa beliau menilai hadis ini Ṣaḥīḥ. Hal ini sebagaimana ‘Abū Dawud jelaskan sendiri dalam risalahnya.
وَمَا كَانَ ÙÂÙÂيكÙÂتَابÙÂيمÙÂنْ ØÂَدÙÂيث٠ÙÂÙÂيه٠وَهÙÂÙ†ÙŒ شَدÙÂيدٌ ÙÂَقَدْ بَيَّنْتÙÂه٠وَمÙÂنْه٠مَالًا يَصÙÂØÂÙÂÙ‘ سَنَدÙÂÙ‡ÙÂ. الْمَسْكÙÂوت٠عَنْه٠صَالÙÂØÂÙŒ مَا لَمْ أَذْكÙÂرْ ÙÂÙÂيه٠شَيْئًا ÙÂÙŽÙ‡ÙÂÙˆÙŽ صَالÙÂØÂÙŒ وَبَعْضÙÂهَا أَصَØÂÙÂÙ‘ Ù…ÙÂنْ بَعْضÙÂ.
Hadis yang sangat lemah dalam kitabku dan juga hadis yang tidak á¹¢aḥīḥ sanadnya aku jelaskan. Hadis yang tidak ada komentarnya, selama aku tidak menyebutkan apapun, hadis tersebut á¹¢ÄÂliḥ, dan sebagiannya ada yang lebih á¹¢aḥīḥ dari yang lain.
Achyat Ahmad | Direktur Annajah Center Sidogiri
***
#Sidogiri #AnnajahCenterSidogiri #KajianIslam
Sumber FB : Annajah Center Sidogiri