Benarkah Mencium Al Qur’an Itu Bid’ah?
BENARKAH MENCIUM AL QUR’AN ITU BID’AH?
Afwan ustadz AST apa sebenarnya hukum mencium mushaf al Qur’an ? Bagaimana membantah kelompok yang menganggap sebagai bid’ah yang diharamkan ?
Jawaban
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Tentang hukum mencium mushaf al Qur’an, ulama madzhab berbeda pendapat menjadi sekian kelompok pendapat, sebagian menganggap sebagai perkara yang mustahab (sunnah), sebagian memandang sebagai hal yang mubah saja, dan ada juga yang berpendapat hukumnya makruh. Namun tidak ada yang menghukumi sebagai perkara bid’ah yang diharamkan.
1. Yang memakruhkan
Kalangan madzhab Malikiyah berpendapat bahwa mencium mushaf sebagai perbuatan makruh, karena tidak ada dalil shahih yang melandasi amaliah yang satu ini. Imam al Kharsyi al Maliki berkata :
ويكره ‌تقبيل ‌المصØÙ
“Dan dimakruhkan mencium mushaf...â€[1]
2. Yang mensunnahkan
Kalangan yang mensunnahkan mencium mushaf adalah para ulama dari madzhab Syafi’iyyah. Berkata Ibnu Hajar al Haitami rahimahullah :
واستدل السبكي على جواز ‌تقبيل ‌المصØÙ بالقياس على تقبيل Ø§Ù„ØØ¬Ø± الأسود، ويد العالم ÙˆØ§Ù„ØµØ§Ù„Ø ÙˆØ§Ù„ÙˆØ§Ù„Ø¯ إذ من المعلوم أنه Ø£ÙØ¶Ù„ منهم
“Telah menunjukkan as Subki atas bolehnya mencium mushaf dengan qiyas kepada kebolehan mencium Hajar Aswad, tangan orang alim, shalih dan orang tua. Dan telah ma’lum bahwa al Qur’an tentu lebih afdhal dari semua itu.â€[2]
Berkata al Imam Nawawi rahimahullah :
روينا ÙÙŠ مسند الدارمي بإسناد صØÙŠØ عن ابن أبي مليكة أن عكرمة بن أبي جهل كان يضع المصØÙ على وجهه ويقول: كتاب ربي كتاب ربي
“Kami telah meriwayatkan dalam musnad Darimi dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abi Mulaikah dari ‘Ikrimah bin Abu Jahl radhiyallahu’anhu adalah beliau meletakkan mushaf di wajahnya sambil berkata : ‘Ini kitab Tuhanku, ini kitab Tuhanku...â€[3]
3. Yang membolehkan
Sedangkan kalangan Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa perkara ini sebagai hal yang mubah alias boleh-boleh saja.[4] Berkata Ahmad al Labadi al Hanbali :
يجوز ‌تقبيل ‌المصØÙ
“Dibolehkan mencium mushaf...â€[5]
Al Imam Ibnu Abidin al Hanafi berkata :
‌تقبيل ‌المصØÙ قيل بدعة، لكن روي عن عمر رضي الله عنه أنه كان يأخذ المصØÙ كل غداة ويقبله ويقول: عهد ربي ومنشور ربي عزوجل، وكان عثمان رضي الله عنه يقبل المصØÙ ويمسØÙ‡ على وجهه
“Mencium mushaf dikatakan ; Bid’ah. Akan tetapi kami meriwayatkan dari Umar bin Khattab adalah beliau pernah mengambil mushaf setiap pagi dan menciumnya seraya berkata : ‘ Ini janju Tuhanku dan maklumat Tuhanku ‘azza wa jalla. Begitu juga dengan Utsman, ia mencium mushaf dan mengusapkanya ke atas wajahnya.â€[6]
Sebagai catatan, kata bid’ah di atas yag sering diucapkan oleh para ulama madzhab terkhusus lagi dari kalangan madzhab Hanafi dalam kitab-kitab fiqih mereka, bukanlah seperti kata ‘bid’ah’ yang sering digunakan oleh sebagian kelompok hari ini yang selalu bermakna haram.
Yang dimaksud bid’ah disitu artinya tidak dilakukan Nabi ﷺ. Dan perkara yang tidak dilakukan Nabi ﷺ shalallahu’alaihi wassalam tidak selalu berarti haram. Karena masyhur ulama-ulama Hanafiyah termasuk kalangan yang membagi bid’ah menjadi lima. Bid’ah haram, makruh, mubah, sunnah dan ada bid’ah yang hukumnya wajib.
Al Imam Ibnu ‘Abidin berkata :
Ùقد تكون البدعة واجبة كنصب الأدلة للرد على أهل Ø§Ù„ÙØ±Ù‚ الضالة، وتعلّم النØÙˆ المÙهم للكتاب والسنة، ومندوبة ÙƒØ¥ØØ¯Ø§Ø« Ù†ØÙˆ رباط ومدرسة، وكل Ø¥ØØ³Ø§Ù† لم يكن ÙÙŠ الصدر الأول، ومكروهة ÙƒØ²Ø®Ø±ÙØ© المساجد، ÙˆÙ…Ø¨Ø§ØØ© كالتوسع بلذيذ المآكل والمشارب والثياب
“Bid’ah itu bahkan terkadang wajib hukumnya seperti membuat dalil pada kelompok sesat, belajar ilmu nahwu untuk memahami Al-Quran dan Hadits. Bid’ah terkadang hukumnya sunnah seperti mendirikan pesantren dan sekolah, dan setiap kebaikan yang tidak ada pada zaman Rasulullah ﷺ.
Bid’ah itu bisa juga hukumnya makruh seperti mengukir dan menghias masjid. Bid’ah hukumnya mubah (boleh) seperti berlapang diri dalam memakan makanan lezat dan minuman enak dan pakaian bagus.â€[7]
Pendapat yang membolehkan dari luar 4 madzhab
Kebolehan mencium mushaf ini juga difatwakan oleh para ulama Saudi, diantaranya Syaikh Bin Baz rahimahullah :
‌لا ‌نعلم ‌دليلا ‌على ‌شرعية ‌تقبيله، ولكن لو قبله الإنسان Ùلا بأس
“Kami tidak mengetahui adanya dalil yang menunjukkan akan disyariatkannya mencium mushaf. Akan tetapi apabila seorang insan menciumnya, maka hal itu tidaklah mengapa....â€[8]
Dalil-dalil mencium mushaf Qur’an
Kebolehan mencium mushaf yang pertama adalah qiyas kepada kebolehan mencium hal-hal yang diagungkan dalam syariat, seperti mencium hajar Aswad, tangan orang alim dan orang tua.
Yang selanjutnya adalah hadits dalam Sunan ad-Darimi (no. 3393) :
أَخْبَرَنَا سÙلَيْمَان٠بْن٠ØÙŽØ±Ù’Ø¨ÙØŒ ØÙŽØ¯ÙŽÙ‘ثَنَا ØÙŽÙ…ÙŽÙ‘Ø§Ø¯Ù Ø¨Ù’Ù†Ù Ø²ÙŽÙŠÙ’Ø¯ÙØŒ عَنْ Ø£ÙŽÙŠÙّوبَ، عَنْ ابْن٠أَبÙÙŠ Ù…Ùلَيْكَةَ، Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ عÙكْرÙمَةَ بْنَ أَبÙÙŠ Ø¬ÙŽÙ‡Ù’Ù„ÙØŒ كَانَ ÙŠÙŽØ¶ÙŽØ¹Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØµÙ’ØÙŽÙÙŽ عَلَى وَجْهÙÙ‡Ù ÙˆÙŽÙŠÙŽÙ‚ÙولÙ: â€œÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù رَبÙّي، ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù رَبÙّي
“Telah mengabarkan kepada kami Sulaimaan bin Harb, telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyub, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari ‘Ikrimah bin Abi Jahl bahwa Beliau biasanya meletakkan mushaf di wajahnya lalu berkata, ‘Kitab Tuhanku..Kitab Tuhanku’.â€
Lalu hadits selanjutnya,
رَوَى عَنْ عÙمَر٠بْن٠الْخَطَّاب٠رَضÙÙŠÙŽ Ø§Ù„Ù„Ù‡Ù Ø¹ÙŽÙ†Ù’Ù‡ÙØŒ أَنَّه٠كَانَ ÙŠÙŽØ£Ù’Ø®ÙØ°Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØµÙ’ØÙŽÙÙŽ ÙƒÙلَّ غَدَاة٠وَيÙقَبّÙÙ„ÙÙ‡Ù ÙˆÙŽÙŠÙŽÙ‚ÙوْلÙ: عَهْد٠رَبّÙيْ وَمَنْشÙوْر٠رَبّÙيْ عَزَّ وَجَلَّ. وَكَانَ عَثْمَان٠رَضÙÙŠÙŽ الله٠عَنْه٠يÙقَبّÙÙ„Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØµÙ’ØÙŽÙÙŽ وَيَمْسَØÙه٠عَلَى وَجْهÙÙ‡Ù
“Diriwayatkan dari Umar ibn al-Khattab radhiyallahu’anhu sesungguhnya Umar senantiasa mengambil mushaf dan menciumnya setiap pagi, seraya berkata: janji Tuhanku, dan maklumat Tuhanku ‘azza wa jalla. Begitu juga dengan Utsman ia mencium mushaf dan mengusapkanya ke atas wajahnya.â€
Sisi pendalilannya adalah, meskipun hadits diatas hanya berstatus marfu’ (tidak sampai kepada Nabi ﷺ) namun secara umum kita diperintahkan untuk mengikuti para shahabat nabi dalam beragama, khususnya lagi adalah al Khalafaur Rasyidun. Disebutkan dalam hadits :
عَلَيْكÙمْ Ø¨ÙØ³ÙنَّتÙيْ وَسÙنَّة٠الْخÙÙ„ÙŽÙÙŽØ§Ø¡Ù Ø§Ù„Ø±Ù‘ÙŽØ§Ø´ÙØ¯Ùيْنَ Ù…Ùنْ بَعْدÙيْ
“Hendaklah kalian mengikuti sunnah ku dan sunnah dari para Khulafa’ Rasyidin setelahku.†(HR. Ibnu Majah)
Penutup
Kesimpulannya bahwa mencium mushaf al Qur’an bukanlah perbuatan bid’ah yang tercela, tapi boleh-boleh saja, bahkan sebagian ulama menghukuminya mustahab (dianjurkan) terlebih jika dengan niat untuk memuliakan.
Wallahu a’lam.
____________
[1] Syarh al Kharsyi ‘ala Mukhtashar Khalil (2/326)
[2] Tuhfatul Muhtaj (1/115)
[3] Ath Thibyan hal. 121.
[4] Ibnu ‘Abidin (5/246), Kasyful Qina’ (1/137).
[5] Hasyiah al Labadi (1/26).
[6] Hasyiah Ibnu ‘Abidin (6/384)
[7] Hasyiah Ibnu ‘Abidin (1/376).
[8] Majmu’ Fatawa (9/289).
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
28 Juli 2022 ·