Prinsip Utama Manajemen Keuangan Keluarga

PRINSIP UTAMA MANAJEMEN KEUANGAN KELUARGA
Oleh : Abdul Wahid Al-Faizin
Ada satu hadits penting terkait prinsip utama Manajemen Keuangan Keluarga di Masa Pandemi yaitu
رَØÙÙ…ÙŽ الله امرأ اكتسب طيبا وأنÙÙ‚ قصدا وقدم ÙØ¶Ù„ا ليوم Ùقره ÙˆØØ§Ø¬ØªÙ‡ (ابن النجار عن عائشة)
[السيوطي ,جامع Ø§Ù„Ø£ØØ§Ø¯ÙŠØ« ,13/115]
"Allah merahmati seseorang yang mencari rezeki yang baik (halal), membelanjakannya dengan sederhana dan menyisihkan kelebihannya untuk persiapan di saat fakir dan butuh"
Berdasarkan hadits di atas ada tiga prinsip utama yang bisa kita ambil, yaitu
Pertama, memastikan pendapatan kita berasal dari halal. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qur'an
يَٰٓأَيّÙهَا ٱلنَّاس٠كÙÙ„Ùواْ Ù…Ùمَّا ÙÙÙŠ ٱلۡأَرۡض٠ØÙŽÙ„َٰلٗا Ø·ÙŽÙŠÙ‘ÙØ¨Ù—ا وَلَا ØªÙŽØªÙ‘ÙŽØ¨ÙØ¹Ùواْ Ø®ÙØ·Ùوَٰت٠ٱلشَّيۡطَٰنÙÛš Ø¥ÙنَّهÙÛ¥ Ù„ÙŽÙƒÙÙ…Û¡ عَدÙوّٞ Ù…Ù‘ÙØ¨Ùينٌ
"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu" (Surat Al-Baqarah, Ayat 168)
Sulitnya keuangan di masa pandemi tidak boleh menjadikan kita gelap mata sehingga menghalalkan segala cara.
Kedua, sederhana dalam membelanjakan keuangan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an
وَٱلَّذÙينَ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§Ù“ Ø£ÙŽÙ†ÙÙŽÙ‚Ùواْ Ù„ÙŽÙ…Û¡ ÙŠÙØ³Û¡Ø±ÙÙÙواْ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ…Û¡ ÙŠÙŽÙ‚Û¡ØªÙØ±Ùواْ وَكَانَ بَيۡنَ ذَٰلÙÙƒÙŽ قَوَامٗا
"Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar" (Surat Al-Furqan, Ayat 67).
Di masa pandemi ini kita harus bisa melakukan banyak penghematan. Selain untuk mengatur keuangan keluarga juga menjadi salah satu bentuk simpati bagi beberapa orang yang kesulitan keuangan akibat pandemi ini.
Ketika kita menggunakan uang, maka kita harus memiliki skala prioritas. Jika tidak maka seberapa banyak uang yang kita miliki akan habis tanpa terasa. Sebagai contoh ketika kita membawa uang banyak ke tempat perbelanjaan dan tidak membawa catatan kebutuhan, maka hampir bisa dipastikan uang yang kita bawa habis karena tergiur dengan diskon yang ditawarkan meski terkadang tidak dibutuhkan mendesak.
Dalam melakukan skala prioritas ini kita bisa menggunakan pendekatan imam Al-Syatibi dalam kitabnya al-Muwafaqat yang membagi Maqashid Syariah menjadi tiga. Yaitu, Dharuriyyat (kebutuhan primer), Hajiyyat (kebutuhan sekunder) dan Tahsiniyyat (Tersier).
Ketiga, menyisihkan uang untuk persiapan di saat butuh atau fakir. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur'an
يَٰٓأَيّÙهَا ٱلَّذÙينَ ءَامَنÙواْ ٱتَّقÙواْ ٱللَّهَ ÙˆÙŽÙ„Û¡ØªÙŽÙ†Ø¸ÙØ±Û¡ Ù†ÙŽÙۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ Ù„ÙØºÙŽØ¯Ù–Û– وَٱتَّقÙواْ ٱللَّهَۚ Ø¥Ùنَّ ٱللَّهَ خَبÙيرÙÛ¢ بÙمَا تَعۡمَلÙونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan" (Surat Al-Hasyr, Ayat 18)
Ayat tersebut meski menurut ulama' berbicara tentang konteks mempersiapkan akhirat, namun secara umum mengajarkan pada kita prinsip mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan.
Di masa pandemi seperti saat ini, prinsip ketiga ini sangat terasa manfaatnya. Banyak orang yang gajinya besar namun karena gajinya banyak digunakan untuk cicilan barang mewah seperti mobil sangat kebingungan ketika di saat pandemi ternyata terjadi penurunan gaji bahkan di-PHK. Begitu pula orang yang memiliki penghasilan namun selalu dihabiskan untuk tiap bulannya, dia akan sangat kebingungan di saat penghasilannya tidak ada karena adanya PPKM.
Rasulullah sendiri juga mempersiapkan kebutuhan pokok keluarga beliau untuk satu tahun sebagimana riwayat Bukhari
عَنْ عÙمَرَ رَضÙÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْهÙ: «أَنَّ النَّبÙيَّ صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ كَانَ يَبÙيع٠نَخْلَ بَنÙÙŠ النَّضÙÙŠØ±ÙØŒ ÙˆÙŽÙŠÙŽØÙ’Ø¨ÙØ³Ù Ù„ÙØ£ÙŽÙ‡Ù’Ù„ÙÙ‡Ù Ù‚Ùوتَ سَنَتÙÙ‡Ùمْ»
[البخاري، صØÙŠØ البخاري، ٦٣/Ù§]
"Dari 'Umar, bahwasanya Nabi Muhammad menjual kurma Bani Nadir dan menyimpan dari hasil penjualan tersebut untuk kebutuhan makanan pokok keluarganya selama setahun" (HR. Bukhari)
Ibnu Muflih menjelaskan maksud dari hadits tersebut dengan berkata
ÙÙÙŠÙ‡Ù Ø¬ÙŽÙˆÙŽØ§Ø²Ù Ø§Ø¯Ù‘ÙØ®ÙŽØ§Ø±Ù Ù‚Ùوت٠سَنَة٠وَلَا ÙŠÙقَال٠هَذَا Ù…Ùنْ Ø·ÙÙˆÙ„Ù Ø§Ù„Ù’Ø£ÙŽÙ…ÙŽÙ„Ù Ù„ÙØ£ÙŽÙ†Ù‘ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ø¥ÙØ¹Ù’دَادَ Ù„ÙلْØÙŽØ§Ø¬ÙŽØ©Ù Ù…ÙØ³Ù’تَØÙ’سَنٌ شَرْعًا وَعَقْلًا،
[ابن Ù…ÙÙ„ØØŒ شمس الدين، الآداب الشرعية ÙˆØ§Ù„Ù…Ù†Ø Ø§Ù„Ù…Ø±Ø¹ÙŠØ©ØŒ ٣١٤/Ù£]
"Hadits tersebut menunjukkan bolehnya menabung atau menyimpan untuk kebutuhan pokok selama satu tahun dan tidak termasuk panjang angan-angan. Hal ini dikarenakan mempersiapkan kebutuhan adalah hal yang dianggap baik oleh syariat dan akal"
Batasan menabung untuk satu tahun tersebut bukan batasan mutlak. Sebaliknya bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing keluarga. Ibnu Hajar menjelaskan
التَّقْيÙيد Ø¨ÙØ§Ù„سَّنَة٠إÙنَّمَا جَاءَ Ù…Ùنْ ضَرÙورَة Ø§Ù„Ù’ÙˆÙŽØ§Ù‚ÙØ¹ Ù„ÙØ£ÙŽÙ†Ù‘ÙŽ الَّذÙÙŠ كَانَ ÙŠÙØ¯Ù‘ÙŽØ®ÙØ± لَمْ ÙŠÙŽÙƒÙنْ ÙŠÙŽØÙ’صÙÙ„ Ø¥Ùلَّا Ù…Ùنْ السَّنَة Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ السَّنَة؛ Ù„ÙØ£ÙŽÙ†Ù‘َه٠كَانَ Ø¥Ùمَّا تَمْرًا ÙˆÙŽØ¥Ùمَّا شَعÙيرًا, Ùَلَوْ Ù‚ÙØ¯Ù‘ÙØ±ÙŽ Ø£ÙŽÙ†Ù‘ÙŽ شَيْئًا Ù…Ùمَّا ÙŠÙØ¯Ù‘َخَر كَانَ لَا ÙŠÙŽØÙ’صÙÙ„ Ø¥Ùلَّا Ù…Ùنْ سَنَتَيْن٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ سَنَتَيْن٠لَاقْتَضَى الْØÙŽØ§Ù„ جَوَاز Ø§Ù„ÙØ§Ø¯Ù‘ÙØ®ÙŽØ§Ø± Ù„ÙØ£ÙŽØ¬Ù’ل٠ذَلÙÙƒÙŽ
"Pembatasan dengan satu tahun dalam hadits tersebut berdasarkan kondisi pada saat. Di mana barang yang disimpan bisa diperoleh untuk satu tahun karena berupa kurma atau gandum. Andaikan barang yang disimpan bisa diperkirakan bisa diperoleh untuk waktu dua tahun, maka kondisi tersebut memperbolehkan menyimpan sampai waktu dua tahun"
Menyisihkan kelebihan di sini tidak hanya terbatas pada tabungan untuk berjaga-jaga. Namun juga penyisihan untuk infak dan sedekah sesuai kemampuan. Hal ini berdasarkan salah satu penjelasan imam Munawi terkait hadits di atas dengan
(وقدم ÙØ¶Ù„ا) أي ما ÙØ¶Ù„ عن Ø§Ù†ÙØ§Ù‚ Ù†ÙØ³Ù‡ وممونه بالمعرو٠بأن تصدق به على Ø§Ù„Ù…ØØªØ§Ø¬ ليدخره (ليوم Ùقره ÙˆØØ§Ø¬ØªÙ‡) وهو يوم القيامة
[المناوي ,Ùيض القدير ,4/23]
"Menyisihkan kelebihan dari belanja kebutuhan pribadi dan keluarga yang wajib dinafkahi dengan cara baik untuk disedekahkan pada orang yang membutuhkan sebagai simpanan pahala dalam menghadapi hari yang kita membutuhkannya yaitu hari kiamat"
NB : Inti dari Pengaturan Keuangan adalah Uangnya Harus Ada. Jika tidak, maka tidak ada yang bisa diatur. 😀
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahid Alfaizin
1 Agustus 2021 pada 06.37 ·